TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merampungkan survey terhadap kebijakan pendidikan. Hasilnya, terdapat beberapa kebijakan yang dinilai tak berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Satu di antaranya adalah kebijakan berapor merah menurut FSGI adalah mekanisme pembayaran tunjangan sertifikasi pendidik yang menggunakan dasar hukum Peraturan Menteri keuangan nomor 119 tahun 2010. FSGI menilai mekanisme pembayaran tunjangan sertifikasi itu tidak jelas.
"Baik itu mekanisme pencairannya maupun jumlah yang semestinya diterima pendidik. Sehingga rawan disalahgunakan (dikorupsi) birokrasi pendidikan," ujar Ratna Hapsari, anggota Dewan Pertimbangan FSGI di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (18/9/2011).
Adapun modus-modus penyalahgunaan yang kerap terjadi dalam mekanisme pembayaran itu antara lain dengan mengambil keuntungan melalui bunga bank, yang kemungkinan dideposito dulu dengan modus mengulur waktu pencairan ke rekening guru hingga mengurangi jumlah pembayaran dari yang seharusnya, misalnya yang seharusnya dibayarkan enam bulan menjadi hanya dibayarkan 3 hingga lima bulan.
Bahkan dalam beberapa kasus, menurut survet FSGI, ada beberapa guru yang tidak mendapatkan pembayaran sertifikasi sama sekali dengan alasan tidak memenuhi syarat memberi pendidikan atau pengajaran selama 24 jam lamanya.
Dari hasil survey terungkap jika para guru yang berada dalam lingkungan Departemen Agama se Indonesia, belum mendapatkan pembayaran tunjangan sertifikasi hingga hari ini.
"Ini terbanyak dialami oleh para guru swasta dan para guru di sekolah negeri yang mata pelajarannya hanya dua jam pertemuan per minggu, misalnya Geografi, Agama, PKn, Olahraga, Seni Budaya, dan Sejarah," imbuhnya.
Kebijakan lain yang dinilai tak berorientasi pada peningkatan mutu bahkan cenderung mengorbankan guru, murid dan kualitas pendidikan adalah peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 16 tahun 2009 perihal kenaikan pangkat bagi guru.
Kenaikan pangkat bagi guru, menurut FSGI, terkesan dihambat dengan aturan guru yang ingin naik pangkat, di semua golongannya, harus menulis sebuah karya ilmiah. Hal ini, menurut FSGI, mustahil diterapkan mengingat iklim kerja para pahlawan tanda jasa tersebut yang kurang mendukung.
Mengacu pada hal-hal tersebut, FSGI, ICW dan Koalisi Pendidikan pun meminta Pemerintah dapat melibatkan guru dalam proses pembentukan kebijakan pendidikan. Selain itu, mereka juga meminta pemerintah membuat konsep yang jelas dan didasari hasil-hasil penelitian jika ingin membuat suatu kebijakan.
"Orientasi setiap pendidikan harus berpihak pada peninkatan mutu pendidikan," imbuhnya.
Satu di antaranya adalah kebijakan berapor merah menurut FSGI adalah mekanisme pembayaran tunjangan sertifikasi pendidik yang menggunakan dasar hukum Peraturan Menteri keuangan nomor 119 tahun 2010. FSGI menilai mekanisme pembayaran tunjangan sertifikasi itu tidak jelas.
"Baik itu mekanisme pencairannya maupun jumlah yang semestinya diterima pendidik. Sehingga rawan disalahgunakan (dikorupsi) birokrasi pendidikan," ujar Ratna Hapsari, anggota Dewan Pertimbangan FSGI di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (18/9/2011).
Adapun modus-modus penyalahgunaan yang kerap terjadi dalam mekanisme pembayaran itu antara lain dengan mengambil keuntungan melalui bunga bank, yang kemungkinan dideposito dulu dengan modus mengulur waktu pencairan ke rekening guru hingga mengurangi jumlah pembayaran dari yang seharusnya, misalnya yang seharusnya dibayarkan enam bulan menjadi hanya dibayarkan 3 hingga lima bulan.
Bahkan dalam beberapa kasus, menurut survet FSGI, ada beberapa guru yang tidak mendapatkan pembayaran sertifikasi sama sekali dengan alasan tidak memenuhi syarat memberi pendidikan atau pengajaran selama 24 jam lamanya.
Dari hasil survey terungkap jika para guru yang berada dalam lingkungan Departemen Agama se Indonesia, belum mendapatkan pembayaran tunjangan sertifikasi hingga hari ini.
"Ini terbanyak dialami oleh para guru swasta dan para guru di sekolah negeri yang mata pelajarannya hanya dua jam pertemuan per minggu, misalnya Geografi, Agama, PKn, Olahraga, Seni Budaya, dan Sejarah," imbuhnya.
Kebijakan lain yang dinilai tak berorientasi pada peningkatan mutu bahkan cenderung mengorbankan guru, murid dan kualitas pendidikan adalah peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 16 tahun 2009 perihal kenaikan pangkat bagi guru.
Kenaikan pangkat bagi guru, menurut FSGI, terkesan dihambat dengan aturan guru yang ingin naik pangkat, di semua golongannya, harus menulis sebuah karya ilmiah. Hal ini, menurut FSGI, mustahil diterapkan mengingat iklim kerja para pahlawan tanda jasa tersebut yang kurang mendukung.
Mengacu pada hal-hal tersebut, FSGI, ICW dan Koalisi Pendidikan pun meminta Pemerintah dapat melibatkan guru dalam proses pembentukan kebijakan pendidikan. Selain itu, mereka juga meminta pemerintah membuat konsep yang jelas dan didasari hasil-hasil penelitian jika ingin membuat suatu kebijakan.
"Orientasi setiap pendidikan harus berpihak pada peninkatan mutu pendidikan," imbuhnya.