Minggu, 19 September 2010

KARNAWI UMAR BAKRI SEKELUARGA MENGUCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN

Selamat Ulang Tahun , semoga panjang Umur, banyak rejeki ,Enteng Jodoh,
Minal Aidin Wal faizin
dan Salam Pramuka....he.he...he

Rabu, 15 September 2010

SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU TEMAN

Semoga langgeng, menjadi keluarga yang bahagia, penuh barokah, mendapatkan banyak rizqi, Amanah warohmah , menurunkan anak soleh sholikhah, menjadi panutan masyarakat negara dan tetangga Amin...amin...amin..

GEBYAR DANGDUT KUPATAN WARUNG PETIK KRAGAN

Mohon Partisipasinya pada pengadaan Gebyar Dangdut dalam rangka merayakan hari raya idul fitri 1431 H
Tempat : Depan Warung Kopi Petik , Jln Rowo Bolodewo, Kragan

Senin, 06 September 2010

Mengucapkan Selamat Menyambut Hari Raya Idul Fitri 1431 H

Sabtu, 28 Agustus 2010

Ulel Melungkel di Pinggil pagel , anjing pudel buntulnya budel, kalo aq bikin sebel, mohon maaf mpe di lubuk udel !!

Karnawi Umar Bakri, Patricia Umar Bakri, Arya Wira Boma, Timur Zacky,Amrih Rizqi Setiani, Wahyu Priyo Wardani, Dessy  Restu Andari, Febrian Ayu Mustika...
Mengucapkan Selamat hari Raya Idul Fitri 1431 H
Minal Aidin wal faizin, Mohon maaf lahir Batin

Kamis, 26 Agustus 2010

4 Matahari Muncul Secara Bersamaan Di China

TANDINGI GERAKAN PEMBAKARAN AL QUR'AN TANGGAL 11 SEPTEMBER 2010

Indonesia Tentang Gerakan Bakar Al Quran
Rabu, 4 Agustus 2010 | 18:02 WIB
AFP
WTC New York setelah diserang dan sebelum runtuh total pada 9 September 2001.
TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com Sejumlah tokoh pluralis dan organisasi di Indonesia, Rabu (4/8/2010), berkumpul untuk menyampaikan sikap menentang sebuah gerakan di AS yang menamakan dirinya Gerakan Hari Pembakaran Al Quran Sedunia. Gerakan yang dipelopori kelompok Dove World Outreach Center di Florida, Amerika Serikat, itu rencananya akan melakukan pembakaran Al Quran pada 11 September.

Hari Pembakaran Al Quran Sedunia ini rencananya dilangsungkan bertepatan dengan sembilan tahun tragedi 11 September 2001. Dove World Outreach pimpinan Dr Terry dan Sylvia Jones mengatasnamakan umat Kristen dan mengajak seluruh umat untuk berpartisipasi dalam Hari Pembakaran Al Quran Sedunia melalui akun Facebook-nya. Tak kurang sekitar 1.500 anggotanya mengklik tombol "Like" di Facebook.

Terry Jones, sesuai yang dilansir News.au, menuduh Islam dan hukum syariah bertanggung jawab atas aksi terorisme terhadap World Trade Center di New York pada 11 September 2001. "Kami menyerukan agar umat manusia, termasuk umat beragama di Indonesia, tak terjebak dalam perbuatan-perbuatan anarki seperti ini yang justru tidak memperlihatkan sikap keadaban," ujar Gerakan Peduli Pluralisme pada pernyataan pers bersama, Rabu (4/8/2010) di Gedung Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Jakarta.

Kelompok yang menyatakan dukungannya terhadap pernyataan Gerakan Peduli Pluralisme, antara lain, PGI, Parisadha Hindu Dharma Indonesia, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, Ma'arif Institute, Moderate Muslim Society, Forum Kerukunan Antarumat Beragama, Masyarakat Dialog Antaragama, Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, dan Forum Lintas Agama.

Gerakan Peduli Pluralisme juga mengatakan, kampanye tersebut merupakan pelecehan terhadap agama Islam dan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. "Kami mengecam keras rencana aksi pembakaran Al Quran oleh Dove World Outreach Center. Kami minta Dove World Outreach Center menarik pernyataannya dan menghentikan rencana aksi yang tidak terpuji dan melecehkan keyakinan iman agama lain," ujar Gerakan Peduli Pluralisme.

Selasa, 17 Agustus 2010

Syair Lagu Indonesia Raya

INDONESIA RAYA

Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku,
di sanalah aku berdiri jadi pandu ibuku,
Indonesia kebangsaanku , bangsa dan tanah airku,
marilah kita berseru Indonesia bersatu
Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku ,
bangsaku rakyatku semuanya,
bangunlah jiwanya bangunlah   badannya untuk Indonesia Raya

Indonesia raya  merdeka merdeka
tanahku negeriku yang kucinta,
Indonesia raya merdeka-merdeka
hidpulah Indonesia raya

Senin, 16 Agustus 2010

WARUNG KOPI PETIK MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA

PENGELOLA DAN SEGENAP PENGGUNA JASA
WARUNG KOPI PETIK JLN. ROWO BOLODEWO KRAGAN
MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
MARHABAN YAA RAMADLAN

WARUNG KOPI PETIK KRAGAN MENGUCAPKAN DIRGAHAYU RI KE 65

Pengelola Warung Kopi Petik
Pelanggan dan Seluruh pengguna jasa Warung Kopi Petik
Jalan Rowo Bolodewo Kragan
mengucapkan  Dirgahayu RI ke 65

SEKOLAH DASAR NEGERI 2 KRAGAN MENGUCAPKAN DIRGAHAYU RI KE 65

Segenap Dewan Guru
Kepala Sekolah
Komite sekolah
dan seluruh warga sekolah SD Negeri Kragan 2 Mengucapkan Dirgahayu RI ke 65

JADWAL IMSYAK UNTUK DAERAH REMBANG

IMSYAK
SHUBUH
TERBIT
DHUHUR
ASHAR
MAGHRIB
ISYAK

Waktu        :  GMT + 7 Jam
Lintang       :  6,42'        Lintang Selatan
Bujur          : 111,21'     Bujur Timur



Ke Mekkah
Kiblat         :  294,22      derajat
Jarak          :  8398,308 km

Minggu, 15 Agustus 2010

GERAKAN PRAMUKA KWARTIR RANTING KRAGAN MENGUCAPKAN MINAL AIDIN WAL FAIZIN

Segenap Majelis Pembimbing Ranting XII Kragan
Pengurus Kwartir Ranting XII Kragan
Dewan Kerja  Kwartir Ranting XII Kragan
Satuan Karya Wira Karya Ranting XII Kragan
Satuan Karya Bhakti Husada Kragan

Majelis Pembimbing Gugus Depan
Mengucapkan
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1431 H  MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Kamis, 12 Agustus 2010

KARNAWI UMAR BAKRI SEKELUARGA MENGUCAPKAN MARHABAN YAA RAMADHAN

Mengucapkan Marhaban Yaa Ramadhan
Keluarga Karnawi Umar Bakri ( Kragan - Rembang )
Tak Punya Nama ( dulu pernah memakai nama Sissy Esti )
Arya Wira Boma  ( Adik laki-laki ) Kragan -Rembang
Timur Zacky ( Adik perempuan ) Batealit -Jepara
Amrih Rizqi Setiani ( Anak ) Kragan - Rembang
Dessy Restu Andari ( Ponakan ) Banyumanik Semarang
Febrian Ayu Mustika ( Ponakan ) Banyumanik - Semarang
mohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan

Senin, 09 Agustus 2010

DI KRAGAN AKAN BERDIRI SMK BAHARI

Berdasarkan hasil laporan BALITBANG  PGRI Propinsi Jawa Tengah, Kawasan Kragan sangat layak untuk didirikan Sekolah menengah Kejuruan ( SMK ) berbasis Bahari.
Hasil survey Balitbang PGRI Propinsi Jawa Tengah itu, menyebutkan kawasan Rembang Timur ( Utamanya kawasan Kragan  ) sangat berpotensi untuk didirikan SMK Bahari.Daya dukung geografis, budaya daerah, serta potensi alamnya sangat menunjang dan merupakan daerah maritim. Diperkirakan potensi daerah Kragan tidak kalah dengan Pekalongan dan Tuban.PGRI Jawa Tengah kini telah mempelajari kemungkinan untuk didirikan Sekolah Menengah Kejuruan tersebut.
Pengurus Cabang PGRI Cabang Kragan saat ini sedang berembug untuk mencari area yang tepat untuk mendirikan Sekolah tersebut.Bahkan beberapa pengurus Cabang PGRI Kragan beberapa waktu yang lalu sedang melirik Madrasah Chusainiyah Desa Kragan untuk dijadikan tempat sementara.Sedangkan pengelolaannya ke depan akan diserahkan kepada putera daerah.Mari kita doakan semoga tujuan mulia ini segera terealisasi

KARNAWI UMAR BAKRI, S.E, KANDIDAT KETUA IBWSI

Karnawi Umar Bakri , S.E ( Sarjana Ekonomi Lemah ), seorang penggembala kambing asal Rembang yang sering terlihat di Pasar Kambing Kragan, secara mengejutkan terpilih sebagai kandidat ketua IBWSI ( Ikatan Blantik Wedhus Seluruh Indonesia ). Pemilihan secara aklamasi tersebut karena Karnawi Umar Bakri dinilai eksis dalam memelihara kambingnya , bahkan kini ia menambahkaan lagi dua kambing Kris Daryatmo dan Raul Lemes dalam kandangnya .Dengan terpilihnya Karnawi Umar Bakri diharap akan menambah semarak dunia perblantikan dan perwedusan di Indonesia. Namun pihak-pihak yang kontra terhadap terpilihnya Karnawi Umar Bakri mengatakan bahwa dengan sering tereksposnya wedus..wedus Karnawi Umar Bakri...dikhawatirkan moral para pemuda -pemudi di Indonesia akan tertular dengan moral wedhus Karnawi Umar Bakri, bahkan seorang penggembala kambing asal  Australia sangat memprihatinkan akan tingkah laku wedhus-wedhus Karnawi Umar Bakri itu. Mari kita doakan semoga wedus peliharaan Karnawi Umar Bakri itu tidak banyak berulah.

Selasa, 03 Agustus 2010

BALADEWA SCOOTER COMMUNITY

Baladewa Scooter Community adalah tempat curahan hati bagi penggemar kendaraan jenis skuter Jadul ( Jaman dulu ), sebagai sarana tukar menukar kawruh bab skuter, peningkatan rasa setia kawan terhadap sesama mania skuter dimanapun , silahkan bergabung bersama untuk menderita bersama, gembira bersama

Informasi Kontak


Email:             lintangkarnawi@yahoo.co.id
                        karnawipaknerizqi@gmail.com
                        se.rahayu@yahoo.co.id
 
 
facebook      : http://facebook.com/ karnawi umar bakri
                        http://facebook.com/Amrih Rizqi Setiani 
                        http://facebook.com/Sissy Esti
 
Twitter    : http://twitter.com/Karnawi Umar Bakri-paknewening
Koprol    : http://koprol.com/Sisy_esti
web         : http://pakdewawi.blogspot
Kantor     :Jln. Raya105 Kragan, Rembang
Lokasi      :Jln. Raya 105 Kragan, Rembang

Sabtu, 31 Juli 2010

SHAKIRA

Minggu, 25 Juli 2010

ASTRID

Kamis, 15 Juli 2010

DIGEBUKI MASSA, ARIEL MENINGGAL BERSIMBAH DARAH



Hari ini masyarakat digemparkan dengan berita meninggalnya Ariel, ternyata berita tersebut berasal dari Rembang , Sissy Esti seorang penggembala menemukan kambing jantannya  yang bernama Ariel Peterpang tergeletak di tepi persawahan, selidik punya selidik ternyata kambing itu meninggal karena digebuki massa yang mengamuk dan geregetan pada kambing tersebut.
Beberapa saksi yang ditemui koresponden Catatan Pakde Wawi membenarkan bahwa masayarakat sudaah habis kesabarannya melihat kelakuan kambing itu.
" Bagaimana tidak jengkel mas, kambing itu sudah jelas-jelas suka nyuri tanaman, eh setelah ketahuan dan tertangkap tangan tidak juga mau ngaku !!"
" Yah...namanya juga kambing bang , mana bisa ngaku !!" tanya Koresponden itu,
" Makanya bang...tadi kita sepakat nggebukin rame-rame , klo sudah mampus baru mau ngaku , klo dibiarkan ...wah berbahaya sekali, nih tanaman orang sekampung ludes di curi kambing itu "
" Bener pak !!, wedhus keparat tuh !! " kata saksi yang lain.tapi bukan ariel orang yang difoto iku lho !!

Senin, 12 Juli 2010

LESSON STUDY

MODUL



EDITING OLEH :
KARNAWI







DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
JAWA TENGAH



DAFTAR ISI

Halaman

Bab I . PENDAHULUAN………………………………………………...........………4
A. Rasional …………………………………………………………………..............….4
B. Pengertian ………………………………………………………………............…..5
C. Sejarah Lesson Study ……………………………………………….......……….5

Bab II. BAGAIMANA LESSON STUDY DILAKSANAKAN …..………….…7
A. Plan (merencanakan) …………………………….........…………………………7
B. Do dan Observasi (Research Lesson) ……………………………………...9
C. See (Refleksi/Post Class Discusion) ……………………………………...10

Bab III. MENGAPA LESSON STUDY?.................................................11
A. School Reform ……………………………………………………….......................……11
B. Komunitas Belajar ……………………………………………….....................……….13
C. Pendekatan Kolaboratif ………………………………………..................………….14
D. Guru Mau Membuka Kelas ………………………………….................…….……..19
E. Menumbuhkan Komunitas Belajar ………………………..............………………21

Bab IV. MODEL-MODEL PELAKSANAAN LESSON STUDY  ....................24
A. Lesson Study Berbasis Sekolah  ................................................24
B. Lesson Study Berbasis MGMP  ...................................................25

Bab V. MONITORING DAN EVALUSI ................................................28
A. Konsep Dasar Monitoring dan Evaluasi ........................................28
B. Mengapa Monitoring dan Evaluasi ...............................................29
C. Lebih Jauh dengan Monitoring dan Evaluasi...................................32
D. Memilih Evaluator atau Tim Monev Eksternal.................................35
E. Merencanakan Monitoring dan Evaluasi ........................................37


DAFTAR PUSTAKA .........................................................................53

Lampiran-Lampiran........................................................................54
Lampiran 1. Lembar Observasi ........................................................54
Lampiran 2. Pedoman bagi Peserta Refleksi.......................................55





BAB I. PENDAHULUAN

A. RASIONAL
Kualitas pendidikan tercermin dari mutu SDM (Sumber Daya Manusia). Bila SDM rendah maka kualitas pendidikan juga masih rendah. Rendahnya kualitas SDM pendidikan dapat dicermati dari kemampuan guru dalam pengerjaan tes penguasan kompetensi seperti di bawah ini:
Tabel 1. Kemampuan guru dalam menyelesaikan soal-soal sesuai bidang tugas
(Sumber : Direktorat tenaga kependidikan, 2004)
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, pada tahun 2005 telah disahkan Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU tersebut terdapat tuntuan agar terdapat penyesuaian penyelenggaraan pendidikan dan pembinaan guru agar menjadi guru yang profesional.

Beberapa jenis kompetensi yang dimaksud dalam UU Guru dan Dosen bahwa pendidik yang profesional adalah pendidik yang memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
Kompetensi paedagogik meliputi kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan pengembangan peserta didik dalam mengaktualisasi berbagai potensi yang dimiliki

Untuk meningkatkan kompotensi tersebut perlu dilakukan kegiatan yang berupaya meningkatkan mutu pembelajaran dengan merencanakan pembelajaran secara bersama-sama, melaksanakan pembelajaran dengan model yang bervariasi, menerima masukan dari berbgai pihak mengenai pembelajaran yang telah dilakukan sekaligus merefleksikannya, melakukan perbaikan-perbaikan teaching matrial untuk melanjutkan program berikutnya

B. PENGERTIAN
Lesson Study yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Hendayana, 2006)
Jadi Lesson study bukan metode atau strategi pembelajaran tetapi upaya peningkatan profesionalisme guru (pendidik). Dalam kegiatan lesson study dapat diterapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi serta permasalahan yang dihadapi guru

C. SEJARAH LESSON STUDY
Lesson Study pertama kali berkembang di Jepang pada awal tahun 1990an. Pada kegiatan tersebut guru-guru di Jepang mengkaji pembelajaran melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan memotivasi siswa dalam belajar mandiri.
Lesson study merupakan terjemahan langsung dari bahasa jepang jugyokenkyu. Jugyo berarti lesson atau pembelajaran, sedangkan kenkyu berarti study atau research atau pengkajian.
Pelaksanaan Lesson Study di Jepang diselenggarakan oleh kelompok guru-guru di suatu distrik atau diselenggarakan oleh kelompok guru sebidang study study. Kelompok guru dari beberapa sekolah berkumpul untuk melaksanakan lesson study .
Di samping itu Lesson study dilaksanakan dalam bentuk konaikenshu (dilaksanakan sejak 1960 an), yaitu lesson study yang diselenggarakan oleh suatu sekolah. Kata Konaikenshu dibentuk dari 2 kata yaitu kata konai yang berarti di sekolah dan kenshu yang berarti training. Istilah Konaikenshu berarti School-based in service Training atau In-service education within the school atau in-house workshop.
Sejak tahun 1970 pemerintah Jepang memberikan dana bagi sekolah yang menyelengarakan konaikenshu sebagai bentuk dorongan setelah mengetahui manfaat yang besar. Meskipun demikian sekolah-sekolah di Jepang kebanyakan melakukan konaikenshu secara mandiri dan sukarela karena merasakan manfaatnya.

Perkembanagan Lesson Study di Indonesia terjadi melalui IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project) yang diimplementasikan sejak tahun 1998 di 3 IKIP yaitu IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang bekerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency). IMSTEP memiliki tujuan umum meningkatkan mutu pendidikn matematika dan IPA di Indonesia, sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan mutu pendidikan matematika dan IPA di tiga IKIP yaitu IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Malang.




BAB II. BAGAIMANA LESSON STUDY DI LAKSANAKAN ?

Lesson Study mengembangkan interaksi antara guru serumpun, pengawas, kepala sekolah, pakar pendidikan sehingga tercipta masyarakat belajar. Interaksi yang dikembangkan dalam suatu kegiatan seperti diskusi, ternyata dapat secara konstruktif menunjang proses berkembangnya pengethuan pada diri seseorang.
Lesson Study sebagai sebuah kegiatan diawali dengan pengembangan perencanaan secara bersama, proses pembelajaran yang terbuka sehingga dapat diobservasi oleh pihak lain serta refleki atau diskusi pasca pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang sangat potensial untuk menciptakan proses interaksi antara berbagai pihak.

Lesson study dilaksanakan dalam pola sebagai berikut:






s

Gambar. 1 Skema kegiatan Leson Study

A. PLAN (merencanakan )
Dalam kegiatan ini dimunculkan berbagai problem dalam sebuah pembelajaran. Problem tersebut antara lain pemetaan kompetensi yang sulit dilakukan oleh siswa, sulit dilakukan guru melalui pemberian pengalaman langsung dan bermakna bagi siswa. Plan dapat dilakukan dengan mencermati:
1) ide awal,
2). prasurvei yang dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang terdapat di suatu kelas yang akan diteliti. ,
3) diagnose, dugaan – dugaan sementara mengenai timbulnya suatu permasalahan yang muncul di dalam satu kelas
4) perencanaan, menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait dengan lesson study. Sementara itu, perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari tahapan kegiatan ke tahapan berikutnya

Identifikasi masalah Lesson Study
Untuk mendorong pikiran – pikiran dalam mengembangkan fokus, kita bisa bertanya kepada diri sendiri, misalnya:
• Apa yang sedang terjadi sekarang?
• Apakah yang terjadi itu mengandung permasalahn?
• Apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya?

Bila pertanyaan tersebut telah ada dalam pikiran guru sebagai aktor, maka langkah dapat dilanjutkan dengan mengembangkan beberapa pertanyaan seperti dibawah ini:

• Saya berkeinginan memperbaiki …………………
• Beberapa orangkah yang merasa kurang puas tentang
• Saya dibingungkan oleh…………………………..
• Saya memilih untuk menguji cobakan di kelas gagasan tentang;
• Dan seterusnya.


Mempertimbangkan kompetensi yang perlu dimiliki siswa dan perkembangan siswa, dan merencanakan lesson study berdasarkan kompetensi tersebut

Perencanan dalam Lesson Study perlu memperhatikan hal-halberkut ini :
1. Pemilihan bahasan, yaitu materi pelajaran yang sulit dipahami oleh kebanyakan siswa, penerapan CTL, life skill, PMRI, muatan lokal.
2. Pemilihan metode/pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan materi topik dan tingkat perkembangan intelektual siswa, dan yang berpusat pada kegiatan siswa (student center),misalnya : Pendekatan kolaboratif, PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan).
3. Penyusunan sajian materi pelajaran yang runtut.
4. Penyusunan RPP yang dapat difahami oleh sesama guru.
5. Pemilihan alat dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.
6. Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
7. Penyusunan alat evaluasinya.
8. Penyusunan lembar observasi.
Fungsi Perencanaan dalam Lesson Study:
1. Penyusunan Skenario pembelajaran beserta perangkatnya dan instrumen observasinya.
2. Pengimbasan pengetahuan secara kolaboratif.
3. Pelatihan yang langsung diterapkan dalam pembelajaran.
4. Penyusunan lesson plan (RPP) yang dapat dipahami sesama guru.
5. Penyusunan awal proposal penelitian tindakan kelas, jika diperlukan.

B. DO dan Observasi ( Research Lesson)

Pelaksanakan Pembelajaran dilakukan oleh seorang sebagai Guru model. Guru model melaksanakan pembelajaran sebagaimana perencanan yang telah dibuat bersama-sama oleh tim. Pembelajaran dilakukan dengan mempertimbangkan model/strategi yang tepat sehingga dapat diterima siswa dengan mudah. Penilaian selama proses pembelajaran/akhir pembelajaran dilakukan sesuai dengan tuntutan indicator.
Guru lain dan pakar berperan sebagai Observer. Observer melakukan pengamatan dan mengkritisi pelaksanaan pembelajaran. Observer mengambil tempat sedemikian hingga dapat leluasa mengamati jalannya proses pembelajaran tanpa mengganggu aktivitas dan konsentrasi siswa. Observer tidak diperkenankan melakukan intervensi pada pembelajaran, seperti menegur guru, membantu atau bertanya kepada siswa. Fokus observasi pada aktivitas belajar siswa, baik secara individual maupun kelompok.

C. SEE (REFLEKSI) / POST-CLASS DISCUSSION
Upaya evaluasi yang dilakukan oleh para kolaborator atau partisipan yang terkait denga suatu lesson study yang dilaksanakan.
Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian refleksi dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil observasi.
Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning) selanjutnya ditentukan. Fokus utama dalam tahap ini adalah menganalisis “bagaimana siswa belajar”.
Hal terpenting bagi peserta lesson study adalah mengambil makna tentang hal-hal yang bisa dipelajari dari tampilan tersebut. Dengan kata lain siswa bisa “belajar apa” dari penampilan guru model tersebut.
Pelaksanaan refleksi adalah sebagai berikut:
a. Kesan penyaji/guru model ttg cara/strategi pembelajaran yang telah dilakukan.
b. Tanggapan-tanggapan observer yang difokuskan pada pembelajaran siswa.
c. Tanggapan balik dari penyaji/guru model.
d. Kesimpulan dan saran untuk perbaikan pada putaran berikutnya.









BAB III. MENGAPA LESSON STUDY ?

A. SCHOOL REFORM
Pelaksanaan pembelajaran yang belum berjalan sebagaimana diharapkan memerlukan upaya serius untuk memperbaikinya. Salah satu solusinya adalah dengan melakukan reformasi sekolah. Untuk melksanakan reformasi sekolah ada baiknya kita belajar dari pengalaman yang dialami Jepang.

Menurut Kepala Institut Penelitian Pendidikan Prof Dr. Tadahiko Inahaki, sekitar 50 tahun yang lalu yakni setelah kalah perang, ekonomi Jepang sangat buruk. Bangsa Jepang miskin. Untuk bangkit dan memajukannya, yang paling utama adalah meningkatkan pendidikan (kita ingat Kaisar bertanya setelah Jepang di bom oleh Amerika Serikat “Ada berapa guru yang masih hidup?”). Untuk itu, Pemerintah Jepang mengeluarkan undang-undang untuk meningkatkan pembelajaran IPA di sekolah-sekolah. Konsekuensinya, Pemerintah Jepang harus mengeluarkan anggaran untuk mengadakan peralatan di sekolah. Jadi fasilitas pembelajaran terpenuhi. “Apakah guru Jepang memanfaatkan fasilitas tersebut, itu soal lain”, kata Inahaki pada pertemuan dengan para peserta counterpart training dari Indonesia. Artinya, kelengkapan peralatan tidak menjamin digunakannya peralatan tersebut oleh gurtu sehingga meningkat pula kualitas pembelajarannya.

Sejak saat itu terjadilah persaingan siswa untuk memasuki sekolah pada jenjang lebih tinggi. Untuk dapat bersaing mengikuti tes dan lulus dengan memuaskan, siswa harus menguasai materi pelajarannya. Maka dalam proses pembelajaran yang dipentingkan adalah hafalan. Jadi meskipun sejak tahun 1952 fasilitas pembelajaran IPA lengkap dan baik, tetapi ternyata guru kurang memanfaatkannya. Bagi guru, yang penting siswanya lulus ujian dengan nilai baik.

Akibat persaingan yang ketat ini maka terdapat anak-anak yang berhasil dan anak-anak yang gagal. Dari anak-anak yang berhasil tidak mampu membuahkan kreativitas, sementara itu anak-anak yang tidak berhasil menjadi frustasi. Di sela-sela himpitan gedung yang menjulang tinggi dan di antara kehidupan masyarakat industri yang terus dipacu oleh kesibukan dan waktu, terdapat anak-anak yang kurang mendapat perhatian, atau terjepit kondisi sosial ekonomi sehingga tidak mampu bersaing dengan yang lain, ditambah dengan persaingan di kelas yang ketat. Anak-anak yang demikian memunculkan berbagai masalah, misalnya kenakalan remaja, perkelahian antar siswa, suka membolos, prestasi sekolah yang rendah dan bahkan ada anak yang bunuh diri. Sekolah yang tidak dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan prestasi siswanya rendah akibat permasalahan siswanya itu dikenal sebagai sekolah yang runtuh.

Selain runtuhnya sekolah, para lulusan yang berhasil bekerja di sektor industri hanya bekerja berdasarkan instruksi, kehilangan kreativitas. Jadi persaingan dalam pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak kreatif, sementara yang berprestasi rendah mengalami frustasi. Murase Masatsugu (dosen Universitas Shinsu) mengatakan bahwa pendidikan konvensional di Jepang menghasilkan tenaga kerja yang hanya bekerja sesuai petunjuk, yang hanya cocok untuk produksi massal pada era industrialisasi.

Di Jepang, penurunan kualitas belajar siswa menjadi sorotan masyarakat. Sebagai contoh, berdasarkan hasil survai PISA menunjukkan bahwa hasil belajar siswa Jepang menurun. Hal ini menimbulkan kecaman masyarakat. Untuk mengatasi agar sekolah yang runtuh itu bangkit, dilakukanlah reformasi sekolah dan membentuk komunitas belajar (Learning community).

Kondisi di Jepang seperti di atas kurang lebih sama dengan kondisi Indonesia saat ini. Problem pendidikan di Indonesia masih amat kompleks, diantaranya :
 Pendekatan pendidikan kita lebih menekankan pada input dan output serta kurang memperhatikan aspek proses pendidikan;
 Manajemen pengelolaan pendidikan kita cenderung kaku, birokratis dan belum sepenuhnya mampu mengembangkan MBS;
 Rendahnya mutu, profesionalisme dan kesejahteraan guru;
 Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan;
 Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan.
Kondisi yang demikian perlu segera dibenahi dengan sungguh-sungguh.


B. KOMUNITAS BELAJAR
Learning community (LC) atau komunitas belajar merupakan suatu konsep terciptanya masyarakat belajar di sekolah, yakni proses belajar membelajarkan antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan bahkan antara masyarakat sekolah dengan masyarakat di luar sekolah, agar prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan. LC dimunculkan sebagai jawaban atas berbagai masalah pendidikan serta pendobrak pandangan yang selama ini berlangsung yakni bahwa tugas guru adalah mengajar dan tugas siswa adalah belajar, yang diganti dengan tugas guru adalah belajar agar dapat mengajar lebih baik.

Munculnya permasalahan sekolah sehingga terjadi keruntuhan pada dasarnya disebabkan antara lain karena guru tidak memfokuskan dirinya sebagai pendidik (misalnya sambil bekerja di luar sekolah), hubungan guru-siswa kaku, guru menerapkan pendekatan kompetisi di antara siswa agar dicapai prestasi, dan komunikasi guru-siswa searah. Maka solusinya adalah mengusahakan agar guru memfokuskan diri mendidik siswa secara profesional, dan mau membuka kelas, yakni kelas yang proses pembelajarannya diamati oleh guru di sekolah tersebut, dan atau guru dari luar sekolah, pejabat, dosen dan bahkan orang tua siswa.



C. PENDEKATAN KOLABORATIF
Di sekolah-sekolah yang runtuh dan di sekolah-sekolah Jepang umumnya (hingga saat ini pun masih banyak, yaitu di sekolah yang belum melakukan reformasi) tak terkecuali di Indonesia terdapat fenomena-fenomena sebagai berikut:
1. Guru mendominasi kelas;
2. Metode yang sering digunakan adalah metode ceramah;
3. Guru ada yang bekerja di tempat lain di luar bidang pendidikan;
4. Hubungan guru dengan guru lain sebatas hubungan kedinasan;
5. Guru menginginkan agar siswa berprestasi dengan jalan melakukan kompetisi dan karenanya guru selalu menuntut siswa supaya belajar lebih baik;

Menurut Maori, Kepala Sekolah, SD Hamanogo, Chigasaki, untuk mengatasi permasalahan sekolah, mulailah dilaksanakan Learning Community. Ada 3 (tiga) slogan yang diterapkan di SD Hamanago yaitu: 1) menjamin hak semua untuk belajar; 2) guru dan staf saling mendukung untuk berkembang; 3) masyarakat dan orang tua bersama-sama belajar mengatasi permasalahan sekolah.
Dalam rangka menciptakan komunitas belajar, pendekatan kooperatif diganti dengan pendekatan kolaboratif. Pada pendekatan kolaboratif, pencapaian belajar oleh setiap siswa menjadi perhatian utama. Jadi guru harus menjamin hak setiap siswa untuk belajar dan mencapai hasil belajar dalam taraf yang hampir sama.

1. Pengelompokan Siswa Dapat Menurunkan Semangat
Menurut Prof. Dr. Masaaki Sato (2006), berdasar kemampuan yang diperoleh dalam proses pembelajarannya, siswa dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu kelompok siswa A dengan hasil belajar yang baik (mampu, menguasai), kelompok siswa B dengan hasil belajar sedang dan kelompok belajar C dengan hasil belajar yang kurang (tidak mampu). Dengan demikian terjadi ketidakadilan pembelajaran, karena para guru umumnya hanya memperhatikan kelompok A atau B, sementara kelompok C menjadi kelompok siswa yang kurang mendapat perhatian. Mereka akan selalu tertinggal dan akhirnya frustasi.
Pengelompokan siswa secara artifisial pernah dilakukan di Jepang yakni di dalam kelas/sekolah siswa dikelompokkan menjadi kelompok A, B, dan C. Tetapi sekarang pengelompokan itu dihilangkan, demikian Prof. Manabu Sato menjelaskan. Demikian pula Finlandia dan Perancis. Ini disebabkan karena tanpa diadakan pengelompokan secara buatan pun, akan terjadi pengelompokan secara alami. Pengelompokan siswa secara buatan menjadi A, B dan C akan mengakibatkan siswa kelompok C kehilangan semangat.

2. Kooperatif ataukah Kolaboratif?
Di dalam pendekatan kooperatif, siswa diminta bekerjasama secara berkelompok untuk menyelesaikan tugasnya. Jika kelompok sudah berhasil melaksanakan tugas, maka kelompok tersebut dianggap berhasil. Jadi targetnya adalah hasil belajar kelompok. Karena itu hasil belajar setiap siswa menjadi kabur, tidak terdeteksi. Agar hasil belajar setiap siswa nampak, maka perlu dilakukan kolaborasi. Dalam pendekatan kolaboratif, dimungkinkan terjadi saling belajar membelajarkan antar siswa sehingga pencapaian belajar siswa relatif sama (memang tidak mungkin sama). Siswa C dapat meminta bantuan ke siswa A dan siswa A hendaknya menolong siswa C sehingga siswa C penguasaannya menjadi lebih tinggi (bahkan bisa menjadi A). Ini dikatakan bahwa anak kelompok C “melompat” dari tidak mampu menguasai menjadi kelompok yang mampu menguasai.
Dalam rangka penugasan kelompok A meningkatkan kemampuan kelompok C, maka yang penting harus dilakukan adalah agar para siswa kelompok C yang tidak mampu mau menunjukkan keinginan untuk dibantu. Mereka harus dimotivasi agar berani meminta tolong. Biasanya, anak yang tidak mampu tidak mau dibantu (merasa sok tahu). Karena itu guru harus mendorong mereka agar mau meminta tolong kepada teman-temannya sendiri yang lebih memahami.
Prof Dr. Masaaki Sato (2006) dan juga Prof Manabu Sato (2006) berpendapat bahwa strategi kolaboratif dirancang agar tidak ada satupun siswa yang tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran. Melalui usaha ini, ketidakberhasilan siswa diperkecil (karena tidak mungkin meniadakannya). Tidak semua siswa mampu melompat (jump) sesuai dengan harapan guru. Golongan siswa C tidak harus semuanya ditolong oleh siswa A, tetapi harus ditangani sendiri oleh guru. Jadi guru harus memperhatikan secara langsung anak-anak yang kurang menguasai.
Di dalam pembelajaran yang menggunakan kerja kelompok siswa, maka sebaiknya setiap kelompok terdiri dari 4 orang anak. Hal ini dimaksudkan agar terjadi komunikasi yang efektif antar anggota kelompok. Kelompok hendaknya heterogen, baik berdasar jenis kelamin maupun kemampuannya.

3. Pro Kontra Kolaboratif
Terdapat orang yang menentang proses pembelajaran kolaboratif di Jepang. Alasannya, jika anak kelompok A mengajar kelompok C, lalu kegiatan A sendiri bagaimana? Memang hal itu akan membuat kelompok C yang tidak menguasai materi pelajaran menjadi lebih menguasai dan mereka menjadi senang. Namun belum tentu kelompok A yang telah menolongnya juga senang, karena anak A akan netap ”berdiri di tempat” sementara anak kelompok lain melompat maju. Jadi hal ini akan merampas hak anak A untuk maju. Pendapat ini dimentahkan karena berdasar hasil penelitian ditunjukkan bahwa penguasaan siswa A menjadi lebih meningkat dibandingkan jika tidak dilakukan kolaboratif. Meskipun dirancang untuk meningkatkan C, tetapi dampaknya juga akan meningkatkan kemampuan kelompok A.
Hasil ini juga didukung oleh penelitian di kedokteran. Menurut penelitian ini, oleh karena C senang dan berterimakasih kepada A, maka otak A mengeluarkan dopamin. Zat ini menyebabkan si A terus mengingat apa yang telah dipelajarinya. Oleh karena si C senang, C juga mengeluarkan dopamin sehingga C juga dapat mengingat terus apa yang pernah dipelajarinya. Karena itu hubungan yang baik antara guru-siswa juga harus dibangun agar dapat saling mengeluarkan dopamin. Hubungan yang baik antara guru-siswa juga dapat meningkatkan hubungan emosional guru-siswa.


4. Persaingan ataukah Kerjasama?
Untuk mengatasi rendahnya mutu sekolah di Jepang, terjadi perdebatan yang dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Kelompok persaingan, yaitu mereka yang ingin melakukan latihan soal terus menerus untuk meningkatkan kemampuan anak. Mereka yang berpikir begitu menganggap bahwa persainganlah yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan anak/sekolah. Menurut pendapat ini, apabila persaingan ditingkatkan maka masing-masing anak akan berusaha memecahkan soal sendiri.
b. Kelompok kerjasama, yaitu mereka yang mempunyai pemikiran berlawanan dengan kelompok persaingan. Kelompok ini berpendapat bahwa siswa yang belajar sesuatu harus berhubungan dengan pihak lain dan melalui proses belajar dengan anak/siswa lain. Konkritnya jika ada siswa belum mengetahui sesuatu, tetapi mau meminta pendapat orang lain, atau mendengar dari orang lain, maka dia akan dapat meningkatkan kemampuan diri sendiri sehingga mencapai tahapan yang lebih tinggi. Proses ini tidak akan terjadi jika ia belajar sendirian. Menurut Prof. Manabu Sato, Vighotsky (Rusia) menyatakan bahwa tingkat yang dicapai oleh diri sendiri ada pada step 1 (bawah) dan ini masih bisa ditingkatkan ke step berikutnya (step2) yang lebih tinggi. Untuk melompat ke step berikutnya (step 2) butuh bantuan orang lain. Kenaikan penguasaan dari step I ke step 2 yang tidak melalui bantuan orang lain sebetulnya belum mencapai step berikutnya.
Berikut disajikan contoh konkrit yang terjadi di sekolah yang menerapkan pembelajaran berkelompok dengan pendekatan kolaboratif. Di sekolah tersebut siswa berhasil memecahkan permasalahan akibat belajar bersama-sama dalam pembelajaran IPS untuk kelas III SMP pokok bahasan “Pemilihan Umum dengan Partai Politik”. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang siswa.
Anak-anak sebelumnya sudah mencari informasi tentang pemilihan umum dan partai politik, dan berdasarkan informasi yang dia dapat mereka berdiskusi dalam kelompok. Di pertengahan diskusi ada kelompok yang mengalami kebuntuan, semua anggota kelompok terdiam. Guru berkeliling, kemudian mendekati kelompok yang mengalami kesulitan tadi tanpa berkata sepatahpun karena guru tersebut telah mengamati dan tahu faktor apa yang membuat kebuntuan. Guru tersebut hanya mengeluarkan satu kalimat, yaitu: “Sayuri, anak dari kelompok itu (sambil menunjuk Sayuri yang berada di kelompok lain, agak jauh dari kelompok yang mengalami kebuntuan ini) mengatakan begini, begini ……..”. Guru ini mengemukakan pendapat seorang anak sebagai pancingan (stimulus). Apa yang terjadi? Ternyata sungguh mengejutkan. Dari stimulus tadi (meskipun pada awalnya anak-anak dalam kelompok yang mengalami kebuntuan ini tidak begitu menanggapinya), akhirnya ada yang mulai memikirkan pendapat Sayuri, dan selanjutnya mereka mulai berdiskusi lagi, memecahkan kebuntuan, memecahkan masalah semula, dan bahkan melahirkan masalah baru.
Jadi di dalam proses pembelajaran itu berhasil membuat kelompok yang macet mencapai step berikutnya (melompat). Akhirnya siswa bisa saling menghargai, berhubungan, bekerjasama, merasa puas karena dapat memecahkan masalah, dapat menghargai orang lain dan menemukan masalah baru yang harus dipecahkan. Dari kejadian ini diperoleh 3 hal yaitu:
1. Para siswa dapat memecahkan masalah partai politik, yang sebelumnya tidak mereka pahami menjadi lebih mereka pahami.
2. Mereka menghargai pendapat/kemampuan teman sehingga terjadi hubungan antar teman yang saling menghargai.
3. Mereka menemukan sendiri masalah baru dan berusaha memecahkan masalah baru tersebut.
Ketiga hal tersebut merupakan hal yang penting, tetapi yang lebih penting adalah bahwa ketiga hal tersebut ditentukan oleh satu kalimat guru saja. Tidak banyak kata-kata guru yang harus dihamburkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa.
Mengapa dalam mengelola kelas guru harus membuat kelompok? Guru membuat siswa berkelompok agar siswa dapat meneliti diri sendiri, dan guru harus mengamati/mengikuti proses berfikir setiap siswa, misalnya siswa sedang dalam tahapan seperti apa, apa kesulitan siswa, dsb. Guru harus mempunyai kemampuan untuk menangkap hal yang tak terungkapkan siswa. Yang penting guru tidak menggurui tetapi harus mampu menghubungkan proses pembelajaran setiap siswa agar saling belajar. Jadi keahlian seorang guru bukan terletak pada kemampuan untuk mengajar sesuatu, tetapi pada kemampuan mendorong setiap siswa agar dapat belajar dengan siswa lain.

D. GURU MAU MEMBUKA KELAS
Bagi guru sendiri, belajar dari sesama guru merupakan ciri dari terbentuknya komunitas belajar. Kepala Sekolah Koichi Ito mengatakan bahwa tidak ada seorang guru pun yang mempunyai kemampuan super, oleh karena itu, mari kita belajar bersama, katanya dalam menyadarkan guru SD di sekolahnya. Mengingat tugas guru adalah melakukan proses pembelajaran, maka situasi saling membelajarkan itu hendaknya dilakukan di dalam suasana proses pembelajaran di kelas yang nyata, yakni sekelompok guru melakukan pengamatan dalam proses pembelajaran dan dilanjutkan dengan pemberian balikan setelah proses pembelajaran usai. Jadi dalam meningkatkan proses pembelajaran para guru melakukan kolaborasi.

Untuk dapat melakukan kolaborasi, guru hendaknya bersedia membuka kelas yaitu: proses pembelajaran yang dilakukan diamati oleh guru lain, bahkan oleh orang tua siswa dan masyarakat. Kolaborasi itu dilaksanakan sejak melaksanakan perencanaan (plan) yaitu menyusun rencana pembelajaran (RP), melakukan pembelajaran (do) yang diamati oleh pengamat (see) dan diakhiri dengan melakukan refleksi untuk mendapatkan masukan dalam rangka peningkatan pembelajaran lebih lanjut. Kegiatan plan, do, see dan refleksi ini dikenal sebagai Lesson Study. Di dalam LS terjadi proses belajar membelajarkan antara guru-guru, guru-siswa, guru-masyarakat, siswa-siswa. Jadi LS merupakan tiang dari tegaknya learning community. Ini tidak berarti bahwa proses belajar membelajarkan hanya berlangsung ketika LS berlangsung. Menurut Ito (2006), kegiatan belajar membelajarkan di luar acara resmi itulah justru yang banyak memberikan manfaat bagi pengembangan profesi guru.

MEMBANGUN LEARNING COMMUNITY
Learning community merupakan suatu komunitas belajar di lingkungan sekolah di dalamnya berlangsung proses belajar membelajarkan antara siswa-siswa, guru-siswa, guru-guru, guru-kepala sekolah, sekolah-masyarakat. Meskipun definisi ini mudah diucapkan dan dihafalkan, tetapi untuk mengimplementasikannya diperlukan pemahaman dan pengahayatan yang mendalam, bahkan memerlukan reformasi pandangan guru.
Selama ini berlaku pandangan bahwa tugas guru mengajar, mendidik, dan tugas siswa belajar. Di berbagai kesempatan kepala sekolah atau guru senantiasa memberi nasehat kepada siswanya bahwa siswa harus belajar. Tugas siswa belajar dan belajar agar diperoleh prestasi tinggi dan lulus ujian. Jika siswa berprestasi dalam ujian maka prestasi sekolah akan meningkat.
Akibat prestasi ujian sekolah dikaitkan dengan prestise sekolah, maka hampir semua kepala sekolah dan pejabat (DIKNAS, Gubernur, Bupati) berupaya keras agar semua siswa lulus ujian dan berprestasi dalam ujian nasional. Sekolah yang persentase kelulusannya tinggi dan rangking nilainya tinggi menjadi sekolah berprestasi. Sebaliknya jika persentase kelulusannya rendah atau rangking nilainya rtendah merupakan sekolah yang tidak berprestasi.
Yang menjadi masalah justru bagaimana meraih prestasi tersebut. Pada umumnya keluar anjuran atau petunjuk “dari atas” bahwa agar prestasi sekolah dapat ditingkatkan maka siswa harus di dril, diadakah jam tambahan atau les, atau siswa disuruh melakukan latihan menyelesaikan soal-soal. Kenyataan menunjukkan bahwa dengan dril atau les singkat, prestasi siswa dalam ujian nasional dapat ditingkatkan dan mutu sekolah juga dapat ditingkatkan.
Pertanyaannya adalah: apakah model “dril”, les, mengerjakan soal-soal itu merupakan gambaran siswa belajar? Apakah “keterampilan” dan “kehebatan” siswa dalam mengerjakan soal-soal ujian dapat diterapkan dalam mengatasi permasalahannya? Apakah model dril dalam waktu singkat telah dapat memberi bekal kepada siswa untuk memecahkan permasalahan kehidupannya secara ilmiah?

E. MENUMBUHKAN KOMUNITAS BELAJAR
Karena keterbatasan waktu, tidak semua permasalahan tersebut dibahas alternatif pemecahannya. Beberapa kegiatan berikut merupakan contoh upaya memecahkan permasalahan dalam rangka menumbuhkan komunitas belajar di sekolah, misalnya:
1. Pengadaan Sumber Belajar dan Media Belajar
Ceramah dapat dikurangi apabila tersedia sumber belajar (buku teks, kliping, radio, TV, CD, internet) dan media pembelajaran yang cukup. Sebaiknya buku teks tidak hanya satu (sesuai tuntutan Kurikulum, lebih dari satu). Sekolah dapat mengadakan buku kepustakaan dengan: a. Meminta siswa yang lulus menyumbangkan buku bekasnya; b. Meminta sumbangan alumni;
Untuk menambah koleksi bacaan di perpustakaan, guru dimotivasi untuk menugaskan siswa mengumpulkan kliping. Kliping yang terkumpul dibendel, dimasukkan ke perpustakaan sekolah. Pada waktu proses pembelajaran, kliping digunakan sebagai sumber belajar. Dengan demikian pembuatan kliping berfungsi, bukan untuk pajangan belaka.
Guru juga dapat menugaskan siswa untuk membuat gambar, grafik, skema, tabel, dsb. Gambar untuk matapelajaran biologi, fisika sangat penting untuk media belajar (matapelajaran lain juga penting)..

2. Mengurangi Ceramah
Kurangi sebanyak mungkin ceramah. Apa yang sudah tercantum di buku tidak perlu diceramahkan. Suruh siswa belajar sendiri dari buku, radio, TV, CD, internet. Mungkin ada beberapa konsep penting yang perlu diceramahkan.
Gunakan metode bervariasi misalnya diskusi, tugas, eksperimen. Diskusi akan berjalan apabila: ada masalah yang dimunculkan (masalah dari guru atau siswa), ada sumber belajar (buku, kliping) dan guru yang mengamati dan mengevaluasi. Guru menyediakan lembar observasi untuk menilai siswa (evaluasi psikomotorik).

a. Diskusi
Selain masalah diskusi dan sumber belajar, pengelolaan kelas selama diskusi memegang kunci penting agar proses diskusi mendukung terciptanya komunitas belajar. Secara alami, di kelas siswa dapat dikategorikan sebagai siswa kelompok A (menguasai), B (sedang) dan C (kurang menguasai). Juga ada siswa laki-laki dan perempuan. Selain itu mungkin ada kategori lain misal berdasar suku (Jawa, Madura, Non Pri) atau agama. Agar proses belajar berlangsung multi arah, pembentukan kelompok hendaknya: 1) maksimal terdiri dari 4 orang; 2) heterogen ditinjau dari kemampuan, jenis kelamin, suku dsb).
Proses diskusi diarahkan agar terjadi proses saling belajar antar siswa. Guru berkeliling, dan jika terdapat siswa atau kelompok yang tidak dapat memecahkan permasalahan maka guru berupaya memotivasi siswa tersebut agar mau bertanya kepada siswa atau kelompok yang mampu. Jadi siswa C dimotivasi agar bertanya ke siswa A. Dengan demikian terjadi proses belajar membelajarkan antar siswa sehingga siswa C meningkat pemahamannya dan A juga akan lebih memahami dan terampil menyampaikan informasi kepada temannya dan daya ingatnya akan lebih lama. Selanjutnya setiap siswa hendaknya memiliki hasil diskusi. Kolaborasi tidask berarti siswa yang kurang mampu ”mengikut” siswa yang mampu. Hasil diskusi hendaknya dimiliki oleh setiap siswa. Karena itu pada akhir diskusi, guru tidak menunjuk kelompok untuk mempresentasikan, melainkan menunjuk individu siswa. Pertanyaan-pertanyaan guru kepada kelas/semua siswa hendaknya dihindari dan mengutamakan pertanyaan untuk setiap individu siswa.

b. Tugas
Berbagai tugas dapat diberikan kepada siswa misalnya: membuat grafik pertumbuhan penduduk dengan meminta data ke RT/Kelurahan (Geografi), membuat buku neraca dari sebuah warung/toko (Ekonomi), essai tentang Sejarah Pasuruan (Sejarah), mekanisme bel listrik (fisika), pengamatan laba-laba membuat sarang (Bio), mendata kandungan bahan kimia tambahan pada makanan (Kimia), berlatih musyawarah mufakat (PPKN), mengukur tinggi pohon dengan rumus (Matematika), membuat naskah pidato (bahasa Indonesia), mendengarkan radio Australia (Inggris), mengukur perbandingan kapasitas paru-paru orang yang gemar oleh raga dan tidak (Olah raga). Banyak tugas mengiringi materi pelajaran yang dapat diberikan kepada para siswa.
Tugas-tugas yang diberikan itu harus diminta laporannya. Setiap siswa hendaknya membuat laporan. Laporan terbaik dipajang di kelas, dimasukkan ke majalah dinding, atau diseminarkan.
Adakan seminar siswa antar kelas atau di sekolah dalam rangka HUT Kemerdekaan, Maulud Nabi, Hari Kartini, Kenaikan kelas dst
Tugas-tugas siswa yang baik disimpan, diadakan pameran. Siswa yang berprestasi akan bangga dan memicu siswa lain untuk ikut berprestasi.


c. Kegiatan Ilmiah.
Di dalam Kurikulum tercantum kompetensi ”siswa mampu berkomunikasi secara ilmiah”. Yang dimaksud dengan berkomunikasi secara ilmiah adalah berkomunikasi secara tertulis dan atau lisan. Kegiatan ilmiah ini harus dibudayakan di sekolah misalnya dengan: 1) melakukan seminar antar kelas/di sekolah, seminar antar sekolah, seminar tingkat Kabupaten. 2) me-ngadakan lomba karya ilmiah tingkat sekolah/wilayah/Kabupaten







BAB IV. MODEL-MODEL PELAKSANAAN LESSON STUDY

Pelaksanaan Lesson Study perlu memperhatikan kondisi yang ada di sekolah masing-masing. Model pelaksanan lesson study yang dapat dipilih:
a. Lesson Study berbasis Sekolah
b. Lesson Study berbasis MGMP/KKG

A. Lesson Study berbasis Sekolah
Dalam melaksanakan lesson study ini kita perlu memilih sekolah yang mempunyai kriteria:
1. Kepala sekolah memiliki komitmen yang tinggi
Kepala sekolah dengan komitmen tinggi sangat menentukan terlaksananya lesson study di sekolah.
Peranan Kepala Sekolah dalam pelakanaan Lesson Study
• Sebagai penggerak, motivator dan koordinator scr keseluruhan
• Mengatur jadwal pelajaran, agar pelaksanaan lesson study tidak mengganggu tugas guru, sekaligus mengatur pelaksanaan lesson study untuk tiap rumpun bidang studi.
• Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan lesson study.
2. Guru memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan mutu pembelajaran
3. Sekolah yang mempunyai banyak kelas dan guru tetap
4. Kualitas sekolah

Prosedur Pelaksanaan lesson study berbasis sekolah
1. Adakan rapat guru lengkap dengan materi sbb:
 Penjelasan lesson study dan langkah-langkahnya
 Perlu kesepakatan dan komitmen bersama untuk melaksanakan lesson study dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran
 Kelompokkan guru-guru sesuai dengan rumpun bidang studi dan pilih ketua sbg penanggung jawab, sekaligus sebagai fasilitator.
 Susun jadwal pelajaran sekolah, agar guru-guru tiap rumpun bidang studi memiliki jam-jam kosong bersama, yang cukup untukk kegiatan Plan atau Do & Observasi dan Refleksi, sehingga tidak mengganggu tugas mengajar.
 Susun jadwal kegiatan lesson study untuk tiap rumpun bidang studi pada jam-jam kosong bersama.
2. Bentuk tim dokumentasi, yang mendokumentasikan semua kegiatan dari tiap kelompok guru rumpun bid. studi
# Tugas Tim Dokumentasi:
• Melakukan dokumentasi kegiatan dengan menggunakan camera atau video dan mengarsipnya.
• Mengarsip dokumen semua kegiatan, seperti: pengelompokan guru, jadwal tiap kelompok, RPP yang telah direvisi, dsb.
3. Bentuk tim monitoring dan evaluasi, yg memonitor pelaksanaan lesson study dan melakukan evaluasi kemajuan / peningkatan mutu pembelajaran
• Tim Monitoring evaluasi memiliki tugas:
 Menyusun data baseline sebelum dilakukan lesson study
 Menyusun instrumen evaluasi, tes untuk siswa, angket untuk siswa, angket untuk guru, observasi, wawancara dan menguji-cobakan.
 Mengumpulkan, mengolah data dan menyusun laporan.
 Melaksanakan seminar hasil monev.

B. Lesson Study Berbasis MGMP/KKG
Dalam melaksanakan lesson study model tersebut perlu dipilih MGMP/KKG yang memiliki kriteria:
 Komitmen pengurus MKKS/KKKS
 Komitmen pengurus MGMP/KKG
 Komitmen pengurus MKPS/KKPS
 Dana yang tersedia
 Keberadaan pakar

Pembentukan lesson study ini dilakukan dengan pentahapan :
1. Lokakarya perencanaan (melibatkan pengurus MKKS/KKKS, MGMP/KKG dan Pengawas).
Materi lokakarya ini di antaranya : .
 Penjelasan lesson study dan langkah-langkah pelaksanaannya
 Mengelompokkan sekolah-sekolah menurut letaknya menjadi 8 daerah atau sesuai keefektifannya
 Menentukan sekolah sebagai homebase /sekretariat pada tiap daerah
 Menentukan pengurus / penanggungjawab daerah
 Pembiayaan kegiatan LS di tiap daerah
 Menentukan tugas kepala sekolah dalam pelaksanaan LS
 Menentukan tugas pengawas dalam pelaksanaan LS
 Sistem monitoring, evaluasi dan pelaporannya.
 Bentuk tim dokumentasi.
 Penentuan hari pertama kegiatan LS di tiap daerah (kelompok sekolah) dan pembagian tugas bg pengurus
 Memilih rumpun bidang study yang akan diterapkan lesson study.
 Akan lebih efektif dan sistemtis, jika sebelum lokakarya ini didahului rapat pengurus MKKS/KKKS dengan materi rapat hal-hal tsb di atas.
2. Lokakarya perencanaan LS bagi guru rumpun bidang studi yg telah ditentukan di tiap daerah
 Penjelasan lesson study dan langkah-langkah pelaksanaannya.
 Jika di suatu daerah banyaknya guru dalam suatu rumpun lebih dari 15 orang, maka banyaknya guru dibagi menjadi sub-sub daerah dan tiap subdaerah terdiri dari ± 15 orang guru.
 Bentuk pengurus pelaksanaan LS pada tiap subdaerah, antara lain: Ketua, Sekretaris, Bendahara, sie dokumentasi dan perlengkapan.
 Penyusunan jadwal kegiatan LS pada tiap subdaerah dan penentuan tempat setiap keg. Jadwal kegiatan LS ini disusun sendiri hingga tidak mengganggu kewajiban tugas mengajar.
 Membuat kesepakatan dalam pelaksanaan LS, misalnya: kehadiran peserta, tempat pelaksanaan LS sesuai dengan guru model yang ditunjuk, tentang pembagian tugas kelompok, dsb.

























BAB V. MONITORING DAN EVALUASI

A. Konsep Dasar Monitoring dan Evaluasi
Apakah yang dimaksud dengan monitoring dan evaluasi?
Monitoring adalah kumpulan sistematis dan analisis informasi selama suatu proyek berjalan. Monitoring mengarahkan pada perbaikan efisiensi dan efektivitas suatu proyek atau organisasi. Monitoring didasarkan pada himpunan sasaran dan aktivitas-aktivitas yang direncanakan selama fase perencanaan pekerjaan. Monitoring membantu dalam menjaga pekerjaan pada jalurnya, dan dapat mengarahkan menejemen mengetahui bilamana sesuatu hal berjalan salah. Jika monitoring dilakukan secara benar, monitoring merupakan suatu alat yang takternilai bagi menejemen yang baik dan memberikan suatu dasar yang berguna untuk evaluasi. Monitoring memungkinkan kita untuk menentukan apakah sumber daya yang ada adalah cukup dan dimanfaatkan secara baik, apakah kemampuan yang kita miliki adalah cukup dan sesuai, apakah kita sedang melakukan apa yang kita rencanakan.
Evaluasi adalah perbandingan dampak proyek yang nyata terhadap rencana strategis yang disetujui. Evaluasi melihat apa yang kita tetapkan untuk dikerjakan, apa yang telah kita capai, dan bagaimana kita mencapainya. Evaluasi dapat berbentuk formatif (terjadi selama proyek atau organisasi berlangsung, dengan penekanan pada perbaikan strategi atau jalan berfungsinya suatu proyek atau organisasi). Evaluasi dapat juga berbentuk sumatif (menarik pelajaran dari suatu proyek atau organisasi lengkap yang tidak lagi berfungsi). Monitoring dan evaluasi bersesuaian dengan belajar dari apa yang sedang kita lakukan dan bagaimana kita melakukannya, dengan memusatkan perhatian pada:
• Efisiensi
• Efektivitas
• Dampak

Efisiensi menyatakan bahwa masukan ke dalam pekerjaan sesuai dengan keluarannya. Dalam hal ini masukan bisa berupa uang, waktu, staf, peralatan, dan sebagainya. Efektivitas adalah ukuran sejauh mana suatu program pengembangan atau proyek mencapai tujuan khusus yang ditetapkan. Sebagai contoh, jika kita menetapkan untuk memperbaiki kualifikasi semua guru sekolah menengah dalam suatu daerah tertentu, apakah kita berhasil?
Dampak menyatakan apakah yang kita lakukan membuat suatu perbedaan terhadap situasi masalah yang kita coba kerjakan. Dengan perkataan lain, apakah strategi kita bermanfaat? Apakah menjamin bahwa guru-guru dengan kualifikasi lebih baik dapat memperbaiki angka kelulusan ujian akhir sekolah/nasional? Sebelum kita memutuskan mengembangkan lebih lanjut atau mengulang proyek di tempat lain, kita perlu meyakinkan bahwa apa yang sedang kita kerjakan memberi kesan berkaitan dengan dampak yang ingin kita capai.
Berdasarkan uraian tersebut seharusnya jelas bahwa monitoring dan evaluasi dapat dikerjakan dengan cara paling balik bilamana telah terdapat perencanaan yang dapat dinilai kemajuan dan pencaiannya. Terdapat tiga perangkat yang berkaitan dengan perencanaan – tinjauan perencanaan, perencanaan strategis dan perencanaan tindakan.

B. Mengapa Monitoring dan Evaluasi?
Monitoring dan evaluasi memungkinkan kita untuk memeriksa “batas bawah” dalam perkembangan pekerjaan. Bukan “apakah kita menciptakan keuntungan?” tetapi “apakah kita menciptakan perbedaan?” Melalui monitoring dan evaluasi, kita mampu:
 Meninjau kemajuan;
 Mengidentifikasikan masalah-masalah dalam perencanaan dan/atau implementasi;
 Melakukan pengaturan sehingga kita lebih mungkin “menciptakan perbedaan”.

Dalam banyak organisasi, ”monitoring dan evaluasi” adalah sesuatu yang terlihat sebagai persyaratan donor daripada alat menejemen. Donor tentu saja berhak mengetahui apakah uangnya digunakan secara benar, dan apakah uang itu digunakan secara baik. Tetapi kegunaan yang paling penting dari monitoring dan evaluasi seharusnya bagi organisasi atau proyek itu sendiri untuk melihat bagaimana organisasi atau proyek berjalan sesuai dengan tujuan, apakah monitoring dan evaluasi itu mempunyai dampak, apakah organisasi atau proyek itu bekerja secara efisien.

Rencana adalah penting tetapi rencana tidak ditetapkan secara konkrit. Jika rencana tidak bekerja, atau jika lingkungannya berubah, maka rencana itu perlu diubah pula. Monitoring dan evaluasi merupakan alat yang membantu organisasi atau proyek untuk mengetahui kapan rencana tidak terlaksana dan kapan lingkungan telah berubah. Monitoring dan evaluasi memberikan informasi yang dibutuhkan menejemen untuk mengambil keputusan tentang proyek atau organisasi, tentang perubahan yang perlu dilakukan dalam strategi atau rencana. Dengan demikian, tinggallah pilar-pilar kerangka kerja yang perlu diperhatikan, yaitu: analisis masalah, visi, dan nilai-nilai proyek atau organisasi. Hal-hal lain dapat dinegosiasikan. Mengambil sesuatu yang salah bukan kejahatan. Adalah suatu kesalahan jika kita gagal belajar dari kesalahan sebelumnya karena kita tidak melakukan monitoring dan evaluasi.

Efek monitoring dan evaluasi dapat dilihat dalam siklus berikut. Perhatikan bahwa kita akan memonitor dan mengatur beberapa kali sebelum siap mengevaluasi dan merencanakan kegiatan ulang.




















Gambar 2. Siklus Monitoring dan Evaluasi

Perlu diingat bahwa monitoring dan evaluasi bukan tongkat ajaib yang dapat diacungkan agar masalah menghilang, atau untuk mengobatinya, atau melakukan perubahan seketika tanpa kerja keras yang dilakukan oleh proyek atau organisasi. Monitoring sendiri bukanlah solusi melainkan merupakan alat yang sangat berguna.. Monitoring dan evaluasi dapat:
 Membantu kita untuk mengenal masalah dan penyebabnya;
 Menyarankan solusi yang mungkin terhadap masalah;
 Memunculkan pertanyaan tentang asusmsi dan strategi;
 Mendorong kita untuk merenungkan di mana kita sedang berjalan dan bagaimana kita mencapainya;
 Memberikan informasi dan wawasan;
 Membangkitkan kita untuk bertindak berdasarkan informasi dan wawasan itu;
 Meningkatkan kemungkinan bahwa kita akan membuat suatu perbedaan perkembangan yang positif.

C. LEBIH JAUH DENGAN MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring meliputi:
 Menetapkan indikator efisiensi, efektivitas dan dampak;
 Mengatur sistem untuk mengumpulkan informasi yang menghubungkan indikator-indikator ini;
 Mengumpulkan dan merekam informasi;
 Menganalisis informasi;
 Menggunakan informasi untuk membuat laporan menejemen dari hari ke hari.
Monitoring merupakan fungsi internal dalam suatu proyek atau organisasi.
Evaluasi meliputi:
 Melihat apa yang ingin dicapai proyek atau organisasi atau perbedaan apa yang ingin dilakukan. Apa dampak yang ingin dibuat? Menilai kemajuannya kea rah apa yang ingin dicapai, sasaran dampaknya.
 Melihat strategi proyek atau organisasi. Apkah proyek atau organisasi itu mempunyai strategi? Apakah proyek atau organisasi mengikuti strategi secara efektif? Apakah strategi itu berjalan? Jika tidak berjalan, mengapa terjadi?
 Melihat bagaimana proyek atau organisasi bekerja. Apakah terdapat pemanfaatan sumber daya yang efisien? Opportunity cost apa yang dipilih untuk bekerja? Bagaimana kelangsungan cara yang dipilih agar proyek atau organisasi berjalan? Apa implikasi jalannya proyek atau organisasi bagi semua pemangku kepentingan?
Dalam evaluasi, kita melihat efefektivitas, efisiensi, dan dampak.

Terdapat banyak cara untuk melaksanakan evaluasi. Beberapa istilah yang dapat kita jumpai:
 Evaluasi diri: Evaluasi diri melibatkan organisasi atau proyek dalam bercermin terhadap diri sendiri dan menilai bagaimana organisasi atau proyek itu berjalan, sebagai suatu cara praktis pembelajaran dan perbaikan. Diperlukan suatu organisasi yang jujur dan reflektif-diri untuk melakukan hal ini secara efektif, namun evaluasi diri dapat merupakan pengalaman belajar yang berharga.
 Evaluasi partisipatori: Ini merupakan bentuk evaluasi internal. Penekanannya adalah melibatkan sebanyak mungkin orang secara langsung dalam pekerjaan. Hal ini berarti staf proyek dan pewaris bekerja sama pada evaluasi. Jika orang luar juga dipanggil, orang itu bekerja sebagai fasilitator proses, bukan evaluator.
 Penilaian partisipatori cepat: Mula-mula digunakan di daerah pedesaan, metodologi yang sama dapat diterapkan pada sebagian besar komunitas. Originally used in rural areas, the same methodology can, in fact, be applied in most communities. Penilaian ini metrupakan suatu cara kualitatif dalam melakukan evaluasi. Penilaian ini semi-terstruktur dan dilaksanakan oleh tim antardisplin selama periode waktu singkat. Penilaian ini digunakan sebagai titik awal untuk memahami situasi local dan merupakan suatu cara cepat, murah dan berguna untuk mengumpulkan informasi. Penilaian ini meliputi penggunaan tinjauan data sekunder, observasi langsung, wawancara seme-terstruktur, informan kunci, wawancara kelompok, permainan, diagram, peta dan kalender. Dalam konteks evaluasi, penilaiann ini memungkinkan seseorang memperoleh masukan yang berharga dari mereka yang dianggap menguntungkan dari perkembangan pekerjaan. Penilaian ini luwes dan interaktif.
 Evaluasi eksternal: Evaluasi ini merupakan evaluasi yang dilakukan oleh seorang atau tim luar yang dipilih secara hati-hati.
 Evaluasi interaktif: Evaluasi ini melibatkan interaksi yang sangat aktif antara evaluator atau tim evaluasi luar dan proyek atau organisasi yang sedang dievaluasi. Kadang-kadang orang dalam dapat dilibatkan dalam tim evaluasi.
Keuntungan dan kerugian evaluasi eksternal dan internal dapat dilihat dalam table berikut.

✸ KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN EVALUASI INTERNAL DAN EVALUASI EKSTERNAL
Keuntungan Kerugian
Evaluasi Internal Evaluator sangat familier dengan pekerjaan, kultur organisasi dan sasaran serta tujuan. Kadang-kadang orang lebih ingin berbicara dengan orang dalam daripada orang luar. Evaluasi internal merupakan suatu alat menejemen, cara koreksi-diri, dan jauh kurang mengancam daripada evaluasi eksternal. Hal ini mereka yang terlibat lebih mudah menerima temuan dan kritik. Evaluasi internal lebih murah daripada evaluasi eksternal. Tim evaluasi mungkin mempunyai kepentingan dalam mencapai kesimpulan posistif tentang kerja organisasi. Karena alas an ini, pemangku kepentingan lain, seperti donor, mungkin lebih baik sebagai evaluasi eksternal. Tim ini bisa tidak terdidik atau terlatih secara khusus dalam evaluasi. Evaluasi itu akan menggunakan jumlah waktu organisasi yang sangat besar meskipun lebih murah daripada evaluasi eksternal.
Evaluasi Eksternal(dilakukan oleh orang atau tim yang tidak berkepentingan dalam proyek) Evaluasi mungkin lebih obyektif selama evaluator-evaluator mempunyai jarak terhadap pekerjaan. Mereka seharusnya mempunyai jangkauan keterampilan dan pengalaman evaluasi. Kadang-kadang orang lebih ingin berbicara dengan orang luar daripada orang dalam. Menggunakan evaluator luar memberikan kredibilitas lebih besar terhadap penemuan, khususnya penemuan yang positif. Seseorang dari ;uar organisasi atau proyek mungkin tidak mengetahui budaya atau bahkan pekerjaan apa yang akan dicapai. Mereka yang terlibat secara langsung merasa terancam oleh orang luar dan mungkin berbicara kurang terbuka dak kurang kooperatif dalam proses itu. Evaluasi eksternal mungkin sangat mahal. Evaluator eksternal bisa salah pengertian apa yang kita inginkan dari evaluasi dan tidak memberikan apa yang kita butuhkan.

Jika kita memutuskan untuk menggunakan evaluasi eksternal, kita akan memperoleh beberapa gagasan tentang criteria yang digunakan dalam memilih evaluasi eksternal sebagai berikut.
D. MEMILIH EVALUATOR ATAU TIM EVALUASI EKSTERNAL
Kualitas untuk mencari evaluator atau tim evaluasi eksternal:
 Pemahaman tentang isu perkembangan.
 Pemahaman tentang isu organisasi.
 Pengalaman dalam mengevaluasi perkembangan proyek, program atau organisasi.
 Riwayat pekerjaan yang baik dengan pelanggan-pelanggan sebelumnya.
 Keterampilan penelitian.
 Komitmen terhadap kualitas.
 Komitmen terhadap batas waktu.
 Obyektivitas, kejujuran dan keterbukaan.
 Logika dan kemampuan bekerja secara sistematis.
 Kemampuan berkomunikasi secara verbal dan tertulis.
 Gaya dan pendekatan yang sesuai dengan organisasi kita.
 Nilai-nilai yang cocok dengan nilai-nilai organisasi.
 Beaya yang masuk akal, terukur terhadap harga yang sedang berjalan.

Bagaimana kita mendapatkan semua ini? Dengan mengajukan banyak pertanyaan!
Bilamana kita memutuskan untuk menggunakan evaluator eksternal:
 Memeriksa referensinya.
 Menemui evaluator sebelum mengambil keputusan akhir.
 Mengkomunikasikan apa yang kita inginkan secara jelas. Term of reference yang baik merupakan dasar hubungan kontrak yang baik.
 Negosiasi suatu kontrak yang membuat ketentuan apa yang akan terjadi jika kerangka waktu dan keluaran yang diharapkan tidak dipenuhi.
 Meminta rencana kerja yang memuat keluaran dan ketetntuan waktu.
 Mempertahankan kontrak, yaitu menanyakan laporan-laporan sementara sebagai bagian kontrak secara verbal atau lisan.
 Membuat waktu-waktu umpan balik formal.
Jangan berharap seorang evaluator akan obyektif secara sempurna. Ia akan mempunyai pendapat dan gagasan yang mungkin tidak kita cari.Tetapi, pendapatnya harus dinyatakan secara jelas sebagai fakta, dan harus tidak ada yang tersembunyi. Juga berguna menerima gagasan dan pendekatan lain terhadap evaluasi.



E. Merencanakan Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi seharusnya merupakan bagian dari proses perencanaan kita. Sangat sukar untuk kembali dan membentuk system monitoring dan evaluasi setelah sesuatu telah mulai terjadi. Kita perlu mulai mengumpulkan informasi tentang kinerja dan pesan yang berasal dari sasaran. Sesungguhnya, informasi pertama yang dikumpulkan seharusnya terjadi kita melakukan penilaian yang dibutuhkan. Hal ini akan memberikan informasi yang kita perlukan untuk menilai kemajuan.

Ketika kita melakukan proses perencanaan, kita akan menetapkan indikator-indikator yang memberikan kerangka bagi sistem monitoring dan evaluasi. Indikator-indikator itu memberitahu apa yang ingin kita ketahui dan jenis informasi yang akan berguna untuk dikumpulkan.

F. Mengembangkan Indikator Monitoring Evaluasi
Langkah 1: Mengidentifikasi situasi masalah yang sedang kita coba perhatikan. Hal-hal berikut mungkin merupakan masalah:

 Situasi ekonomi (pengangguran, penghasilan rendah, dsb.)
 Situasi sosial (pendidikan dan pengajaran, kesehatan, perumahan, dsb.)
 Situasi budaya atau keagamaan (tidak menggunakan bahasa tradisional, kehadiran ke tempat ibadah rendah, dsb.)
 Situasi politik dan organisasi (pemerintahan lokal yang tak-efektif, perseteruan antar kelompok, dsb,)

Langkah 2: Mengembangkan suatu visi: akan menjadi seperti apa masalah tersebut. Hal ini akan memberikan indikator dampak.
Apa yang akan menunjukkan bahwa visi telah tercapai? Tanda-tanda apa yang akan kita lihat bahwa kita dapat mengukur bahwa visi itubtelah tercapai? Sebagai contoh, jika visi kita adalah agar orang-orang dalam suatu komunitas menjadi sehat, maka kita akan menggunakan indikator-indikator kesehatan untuk menukur seberapa baik pekerjaan kita. Apakah angka kematian bayi telah turun? Apakah lebih sedikit ibu yang meninggal ketika melahirkan? Jika kita dapat menjawab “ya” terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, maka kemajuan telah terjadi.

Langkah 3: Mengembangkan visi proses tentang bagaimana cara kita untuk mencapai sesuatu. Hal ini akan memberikan indikator proses.

Sebagai contoh, jika kita ingin berhasil mencapai perbaikan pembelajaran melalui usaha dfan partisipasi guru, maka visi proses kita bisa memasukkan hal-hal seperti guru-guru sekolah yang diberi pelatihan.

Langkah 4: Mengembangkan indikator-indikator berdasarkan efektivitasnya.

Sebagai contoh, jika kita percaya bahwa kita dapat menaikkan angka kelulusan siswa dengan penataran guru-guru, maka kita perlu indikator yang menunjukkan bahwa kita telah efektif dalam menatar guru-guru itu, misalnya bukti dari survei di sekolah-sekolah , dibandingkan dengan suatu survei baseline.

Langkah 5: Mengembangkan indikator-indikator berdasarkan efisiensi sasaran.

Di sini kita dapat menetapkan indikator-indikator seperti: workshop terencana yang diselenggarakan dalam kerangka-waktu yang dinyatakan, beaya workshop ditetapkan pada nilai maksimum tertentu bagi setiap peserta, waktu penyelenggaraan tidak boleh melebihi waktu maksimum yang ditetapkan.
F. Jenis Informasi Monev
Informasi yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi dapaty dikelompokkan menjadi:
 Kuantitaif; atau
 Kualitatif.
Ukuran kuantitatif membeitahu kita “berapa besar atau berapa jumlah”. Berapa jumlah peserta workshop? Berapa anak yang lulus dalam ujian akhir? Ukuran kuantitatif dapat dinyatakan dalam bilangan absolut (5 siswa dalam sampel tidak lulus) atau sebagai persentase (95% lulus dalam ujian akkhir) atau sebagai nisbah (dua guru IPA untuk setiap sekolah). Salah satu cara untuk memperoleh informasi kuantitatif adalah menghitung atau mengukur.

Ukuran kualitatif memberitahu tentang bagaimana orang merasakan suatu situasi atau bagaimana orang berperilaku. Sebagai contoh, meskipun kita mungkin menemukan bahwa 50% guru di sekolah tidak senang dengan kriteris penilaian yang digunakan, ini masih merupakan informasi kualitatif, bukan informasi kuantitatif. Kita memperoleh informasi kualitatif dengan bertanya, mengamati, dan menafsirkan.

Beberapa orang merasakan informasi kuantitatif menyenangkan – informasi ini tampak kokoh dan handal serta “obyektif”. Mereka merasakan informasi kualitatif tak-meyakinkan dan “subyektif”. Merupakan suatu kesalahan mengatakan bahwa “informasi kuantitatif berbicara tentang dirinya sendiri”. Informasi kuantitatif memerlukan interpretasi agar menjadi bermakna seperti informasi kualitatif. Mungkin merupakan “fakta” bahwa pendaftar perempuan untuk masuk jurusan kependidikan di suatu perguruan tinggi bertambah – perhitungan dapat mencertakannya, tetapi perhitungan itu tidak mengatakan apa pun mengapa kenaikan ini terjadi. Untuk mengetahuinya, kita perlu pergi keluar dan mengajukan pertanyaan. Pilihan indikator juga subyektif, apakah kita menggunakan metode kuantitatif atau metode kualitatif untuk melakukan pengukuran sesungguhnya. Peneliti memilih untuk mengukur angka pendaftar perempuan karena peneliti percaya bahwa hal ini menceritakan sesuatu tentang bagaimana perempuan dalam suatu masyarakat diperlakukan atau dipandang.

Proses monitoring dan evaluasi memrlukan informasi kualitatif dan informasi kuantitatif agar menjadi komprehensif. Sebagai contoh, kita perlu mengetahui berapa angka pendaftaran sekolah bagi perempuan, juga mengapa orangtua menyuruh atau melarang anak-anaknya untuk memilih jurusan tersebut. Mungkin angka pendaftaran perempuan kr jurusan kependidikan disebabkan oleh masyarakat yang memandang bahwa perempuan lebih sesuai menjadi pendidik daripada bidang pekerjaan lainnya.

Biasanya kita dapat menggunakan laporan, notulen, daftar hadir, rekening keuangan yang merupakan bagian pekerjaan kita sebagai sumber monitoring dan evaluasi.
Namun demikian, kadang-kadang kita perlu menggunakan alat-alat khusus yang sederhana tetapi berguna untuk menambah informasi dasar yang dikumpulkan dalam perjalanan pekerjaan kita. Beberapa alat yang umum adalah:
 Studi kasus
 Rekaman observasi
 Buku harian
 Rekaman dan analisis peristiwa-peristiwa penting (disebut “analisis peristiwa kritis”)
 Kuisener terstruktur
 Wawancara satu-per-satu
 Kelompok-kelompok pusat
 Survei sampel
 Rangkuman sistematik dari biro statistik.




SIAPA YANG SEHARUSNYA DILIBATKAN?

Hampir setiap orang dalam proyek atau organisasi akan dilibatkan dalam mengumpulkan informasi yang dapat digunakan dalam monitoring dan evaluasi. Mereka adalah:

 Administrator yang membuat notulen rapat atau menyiapkan dan mengedarkan daftar hadir;
 Pekerja lapangan yang menuli laporan tentang kunjungan ke lapangan (misalnya ke sekolah);
 Pemegang buku yang merekam pendapatan dan ekspedisi.

Untuk memaksimalkan upaya mereka, proyek atau organisasi perlu:
 Menyiapkan format laporan yang memasukkan pengukuran indikator-indikator penting, kuantitatif atau kualitatif. Sebagai contoh, jika kita ingin mengetahui partisipasi guru dalam kegiatan MGMP, format laporan harus disusun sehingga guru-guru dapat memberikan komentar dan mencatat pengamatan berdasarkan fakta.
 Menyiapkan format pencatatan yang memasukkan pengukuran indikator-indikator penting, kuantitatif atau kualitatif. Sebagai contoh, jika kita ingin mengetahui jumlah guru bidang studi tertentu yang menghadiri pertemuan, perlu disiapkan kolom khusus untuk bidang studi yang dikehendaki.
 Merekam informasi sedemikian rupa sehingga memungkinkan kita untuk mengerjakan apa yang perlu diketahui. Sebagai contoh, jika kita ingin mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran, maka rekaman/catatan observasi harus mencerminkan informasi yang relevan. perlu diperhatikan

Suatu asas yang berguna untuk melihat setiap aktivitas dan mengatakan: Apa yang perlu kita ketahui tentang aktivitas ini, baik proses (bagaimana aktivitas ini dicapai) maupun produk (aktivitas apa yang akan dicapai) dan cara apa yang paling mudah untuk memperolehnya dan merekamnya.
Metodologi

“Metodologi” lebih berkaitan dengan jenis pendekatan yang kita gunakan dalam proses evaluasi. Sebagai contoh, kita dapat melakukan proses evaluasi yang melihat hampir menyeluruh tentang sumber-sumber tertulis, laporan primer atau sekunder, lembar data, notulen dan sebagainya. Atau kita dapat meminta proses evaluasi yang melibatkan masukan yang diperoleh dari semua kelompok pemangku kepentingan. Sebagian besar kerangka acuan meminta suatu kombinasi faktor-faktor ini.

Di sini sesorang diharapkan untuk memperoleh petunjuk tentang format-format pelaporan: Apakah semua pelaporan akan tertulis? Apakah tim melaporkan ke menejemen, atau ke semua staf dan ahli waris? Apakah akan terdapat laporan-laporan sementara atau hanya sebuah laporan akhir?

Mengumpulkan informasi

Di sini kita akan melihat secara rinci:

 Baselines (data dasar) dan damage control (kendali kerusakan);
 Metode.

Damage control berarti apa yang perlu dikerjakan jika kita gagal memperoleh informasi data dasar ketika kita mulai.

Data dasar adalah informasi yang kita peroleh tentang situasi sebelum kita melakukan apa pun. Data dasar merupakan informasi yang digunakan sebagai dasar analisis masalah. Sangatlah sukar untuk mengukur dampak inisiatif kita jika kita tidak mengetahui situasi ketika kita mulai bekerja. Kita membutuhkan data dasar yang relevan dengan indikator-indikator yang telah diputuskan akan membantu kita mengukur dampak pekerjaan.

Terdapat beberapa tingkat data dasar.:

 Informasi umum tentang situasi, seringkali tersedia dalam bentuk statistik, misalnya pendaftaran sekolah menurut jenis kelamin, angka kelahiran, angka pengangguran, dsb. Jika kita bekerja dalam daerah geografis, maka kita memerlukan informasi tentang daerah itu. Jika tidak tersedia data statistik, maka kita bisa memperoleh informasi dengan mengumpulkannya sendiri. Hal ini mungkin melibatkan kunjungan ke sekolah, survei dari rumah ke rumah secara menyeluruh atau menggunakan sampling. Kita memusatkan perhatian pada indikator-indikator dampak ketika kita mengumpulkan data ini.

 Jika kita telah memutuskan untuk mengukur dampak melalui sampel orang atau keluarga yang sedang kita libatkan dalam pekerjaan, kita memerlukan informasi khusus tentang orang-orang atau keluarga itu. Sebagai contoh, untuk keluarga (atau perusahaan, atau sekolah) kita mungkin memerlukan informasi khusus tentang penghasilan, sejarah, jumlah guru, jumlah siswa tiap kelas, dsb. Kita mungkin memperoleh informasi ini dari kombinasi wawancara dan arsip kuisener dasar.

 Jika kita sedang bekerja dengan individu, maka kita memerlukan informasi “katup” – informasi terdokumentasi tentang situasinya ketika kita mulai bekerja dengannya. Sebagai contoh, kita mungkin ingin mengetahui nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dsb. , untuk masing-masing individu. Lagi-lagi, Kita mungkin memperoleh informasi ini dari kombinasi wawancara dan arsip kuisener dasar, dan kita seharusnya memusatkan pada indikator-indikator yang kita anggap penting.

Kita akan menjumpai kesulitan untuk kembali dan memperoleh informasi data dasar ini setelah kita mulai bekerja dan situasinya telah berubah. Tetapi apa yang dilakukan jika kitavtidak mengumpulkan informasi data dasar pada awal proses tersebut? Terdapat cara-cara melakukan damage control (kendali kerusakan). Kita dapat mengambil informasi anekdot dari orang-orang yang terlibat pada saat permulaan dan kita dapat bertanya peserta apakah mereka ingat situasinya ketika proyek mulai. Bahkan kita mungkin belum memutuskan indikator-indikator penting ketika kita mulai bekerja. Kita harus bekerja ”ke belakang” dan kemudian mrncoba untuk memperoleh informasi tentang situasi yang dihubungkan dengan indikator-indikator ketika kita mulai bekerja. Kita dapat berbicara kepada orang-orang tersebut, melihat catatan dan sumber-sumber tertulis notulen, laporan dsb.

 Salah satu cara yang berguna untuk membuat perbandingan bermakna ketika kita tidak mempunyai informasi data dasar dengan menggunakan kelompok kontrol. Kelompok kontrol adalah kelompok orang, pebisnis, keluarga yang sedang anda perhatikan, yang belum mempunyai masukan dari proyek atau organisasi kita, tetapi kelompok itu sangat mirip dengan kelompok yang sedang kita perhatikan.

METODE

Kita perlu memilih metode yang cocok dengan maksud dan sumber daya yang kita miliki. Jangan melakukan survei 10.000 orang guru jika kita hanya mempunyai waktu dua minggu dan mempunyai dana kecil. Dalam hal ini. gunakan samping

Sampling adalah suatu konsep penting lainnya ketika menggunakan berbagai alat untuk monitoring dan evaluasi. Sampling merupakan cara mempersempit jumlah responden sehingga dapat dikelola lebih mudah. Teknik samping meliputi:
 Random sampling
 Stratified sampling
 Cluster sampling
Juga merupakan suatu hal yang baik untuk menggunakan triangulasi . Istilah ini berarti bahwa satu himpunan data atau informasi diperkuat oleh himpunan data lainnya.

Alat Deskripsi Kegunaan Kekurangan
Wawancara Wawancara dapat terstruktur, semi-terstruktur atau tak-terstruktur. Wawancara meliputi mengajukan pertanyaan-pertanyaan khusus agar memperoleh informasi yang memungkinkan indikator-indikator diukur. Pertanyaan-pertanyaan dapat terbuka atau tertutup (jawaban ya/tidak). Dapat merupakan sumber informasi kualitatif dan kuantitatif. Dapat digunakan pada hampir setiap orang yang terlibat dengan proyek. Dapat dikerjakan pada orang atau pada telepon atau bahkan email. Sangat fleksibel. Memerlukan pewawancara terlatih
Wawancara informan kunci Ini merupakan wawancara yang diselenggarakan dengan para spesialis dalam suatu topik . As these key informants often have little to do with the project or organisation, they can be quite objective and offer useful insights. They can provide something of the “big picture” where people more involved may focus at the micro (small) level. Memerlukan pewawancara terlatih dengan pemahaman yang bagus tentang topik itu. Hati-hati agar tidak mengubah sesuatu menjadi kebenaran absolut karena wawancara ini telah dilakukan oleh informan kunci.
Kuisener Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh tanggapan tertulis yang memungkinkan indikator-indikstor diukur ketika tanggapan tertulis dianalisis. Alat ini dapat menghemat waktu karena kuisener ini memungkinkan kita untuk memperoleh banyak orang. Dengan jalan ini kuisener memberikan perasaan anonimitas sehingga orang-orang dapat menuliskan hal-hal yang tidak akan dikatakan kepada pewawancara. Dengan orang-orang yang tidak membaca dan menulis, seseorang harus menyelesaikan kuisener dengan mereka, yang berarti tidak ada waktu yang dihemat dan jumlah yang dicapai menjadi terbatas.
Dengan kuisener, tidak mungkin mrnggali lebih jauh apa yang dikatakan mereka.
Kuisener juga digunakan berlebihan dan orang menjadi lelah untuk melengkapinya. Kuisener harus dipandu untuk menjamin bahwa pertanyaan-pertanyaan dapat dimengerti. Jika kuisener kompleks dan memerlukan analisis terkomputerisasi, kita membutuhkan ahli untuk membantu perancangannya.
Kelompok Pusat Dalam kelompok pusat, sekolompok orang kira-kira enam sampai 12 anggota diwawancarai bersama oleh fasilitator/ pewawancara terlatih dengan suatu jadwal wawancara terstruktur secara hati-hati. Pertanyaan-pertanyaan biasanya dipusatkan pada suatu topik atau masalah khusus. Ini dapat merupakan suatu cara yang berguna untuk memperoleh pendapat dari sampel yang cukup besar. Cukup sukar untuk mengerjakan random sampling pada kelompok pusat dan hal ini berarti penemuan-penemuan tidak dapat digeneralisasi. Kadang-kadang orang saling mempengaruhi untuk mengatakan sesuatu atau menyembunyikan sesuatu. Jika mungkin, wawancara kelompok-kelompok pusat seharusnya direkam dan kemudian ditulis biasa. Ini memerlukan peralatan khusus dan dapat sangat memakan waktu.
Pertemuan komunitas Ini melibatkan suatu kumpulan orang dengan kelompok agak besar yang diberi pertanyaan, masalah dan situasi sebagai masukan untuk membantu pengukuran indikator. Pertemuan komunitas berguna untuk memperoleh suatu tanggapan luas dari banyak orang tentang masalah-masalah khusus. Pertemuan itu juga merupakan suatu cara melibatakan orang-orang secara lansung dalam evaluasi proses, memberikan mereka rasa kepemilikan proses itu.. Sukar untuk memfasilitasi – memerlukan fasilitator yang sangat berpengal-aman. Mungkin perlu memecah kump[ulsn ini menjadi kelompok-kelompok kecil yang diikuti oleh pertemuan pleno ketika setiap orang menjadi bersama-sama lagi.
Laporan pekerja lapangan

Bentuk-bentuk laporan terstruktur yang menjamin bahwa pertanyaan-pertanyaan yang terkait-indikator diberikan dan jawaban direkam, serta observasi direkam pada setiap kunjungan. Luwes, suatu perluasan pekerjaan biasa, sehingga murah dan tidak menghabiskan waktu. Mengandalkan pekerja lapangan yang sedang didisiplinkan.
Peringkat Ini melibatkan pengambil-an orang-orang untuk mengatakan apa yang mereka pikirkan adalah paling berguna, paling penting, kurang berguna, dan sebagainya. Ini dapat digunakan pada individu dan kelompok, sebagai bagian jadwal wawancara , atau sebagai sesi yang terpisah. . Bilamana orang tidak dapat membaca dan menulis, dapat digunakan gambar. Peringkat merupakan konsep yang cukup sukar untuk dijelaskan dan memerlukan penjelasan yang sangat hati-hati, juga pengujian untuk menjamin bahwa orang-orang mengerti apa yang sedang ditanyakan. Jika mereka salah pengertian, data kita dapat menyimpang sama sekali.
Rangsangan visual/audio Ini melibatkan gambar-gambar, movie, tape, foto, cerita, yang digunakan untuk melukiskan masalah atau peristiwa-peristiwa masa lampau, atau bahkan peristiwa yang akan datang. Sangat bermanfaat untuk digunakan bersama alat lain, khusunya untuk orang-orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Kita harus mempunyai rangsangan yang cocok dan fasilitator perlu terlatih menggunakan rangsangan semacam itu.
Skala penilaian Teknik ini menggunakan suatu rangkaian penilain di mana orang diharapkan menempatkan perasaan-nya, observasinya, dsb. Orang biasanya diminta untuk mengatakan apakah ia sangat setuju, setuju, tidak tahu, tidak setuju, sangat tidak setuju terhadap suatu pernyataan. Kita dapat menggunakan gambar-gambar atau lambang-lambang dalam teknik ini jika orang tidak bisa membaca dan menulis. Ini berguna untuk mengukur sikap, opnini, dan persepsi. Kita perlu menguji pernyataan-pernyataan dengan sangat hati-hati untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat salah pengertian. Suatu masalah umum terjadi bilamana dua konsep dimasukkan dalam pernyataan itu dan kita tidak yakin apakah suatu opini diberikan pada satu konsep atau konsep lainnya, atau dua-duanya.
Analisis peristiwa/ kejadian kritis Metode ini merupakan cara memfokuskan wawancara dengan individu atau kelompok padaperistiwa-oeristiwa/kejadian-kejadian tertentu. Maksud melakukan metode ini adalah memperoleh suatu gambaran utuh tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sangat berguna bilamana suatu problematika telah terjadi dan orang-orang sangat merasakannya. Jika mereka semua yang terlibat dimasukkan, seharusnya membantu tim evaluasi untuk memperoleh gambaran yang masuk akal mendekati apa yang sebenarnya terjadi. Dan akan mampu mendiagnose apa yang salah. Tim evaluasi dapat berakhir tenggelam dalam suatu pertentangan, sehingga sukar untuk mempertahankan obyektivitas.
Observasi partisipan Ini melibatkan pengamatan peristiwa-peristiwa, proses-proses, hubungan, dan perilaku secara langsung. “Partisipan” secara tidak langsung menyatakan bahwa pengamat melibatkan diri dalam aktivitas. Ini merupakan suatu cara penegasan yang bermanfaat. Sukar untuk melakukan pengamatan dan berpartisipasi. Proses ini sangat menghabiskan waktu.
Penggambaran-diri Ini melibatkan pengambilan partisipan untuk membuat gambar, biasanya tetang perasaan dan pemirian mereka tentang sesuatu. Dapat sangat bermanfaat, khususnya dengan anak-anak muda.. Sukar untuk menjelaskan dan menafsirkan.


Menganalisis Informasi

Apakah kita melihat monitoring atau evaluasi, pada saat tertentu kita akan memperoleh sendiri sejumlah besar informasi dan kita harus memutuskan bagaimana memberikan makna atau menganalisisnya. Jika kita menggunakan tim evaluasi eksternal, akan diserahkan pada tim ini untuk menganalisisnya. Tetapi, dalam monitoring atau evaluasi kadang-kadang proyek atau organisasi kita sendiri yang harus mengevaluasinya.

Analisis adalah proses pengubahan informasi rinci menjadi suatu pengertian pola, kecenderungan, dan interpretasi. Titik pangkal analisis dalam konteks organisasi atau proyek seringkali tidak ilmiah. Pengertian intuitif kita tentang tema-tema kunci yang berasal dari proses pengumpulan informasi. Segera setelah kita mempunyai tema-tema kunci, ada kemungkinan untuk menyelesaikan informasi itu, menyusun dan mengorganisasikannya. Langkah berikutnya adalah menuliskan analisis dari temuan-temuan kuta sebagai dasar untuk mencapai kesimpulan, dan membuat rekomendasi.






Dengan demikian, prosesnya tampak sebagai berikut:







LAPORAN

Apakah kita sedang melakukan monitoring atau evaluasi pada saat tertentu akan terdapat proses pelaporan. Proses ini mengikuti tahap-tahap analisis informasi. Kita akan melaporkan kepada pemangku kepentingan yang berbeda-beda dengan cara berlainan, kadang-kadang dalam bentuk tertulis, kadang-kadang dalam bentuk verbal.
Garis besar isi laporan tertulis adalah:
RANGKUMAN EKSEKUTIF: (Biasanya tidak lebih dari lima halaman – makin
pendek makin baik – dimaksudkan untuk memberikan informasi yang cukup bagi orang-orang sibuk, tetapi juga untuk menggoda selera orang sehingga mereka ingin membaca laporan lengkap.)
PENGANTAR: (Tidak esensial, tetapi merupakan tempat yang baik untuk mengucapkan terima kasih dan membuat komentar luas tentang proses, temuan, dan sebagainya.)
DAFTAR ISI (Dengan daftar isi, untuk membantu orang mencari sesuatu sekitar laporan.)
BAGIAN 1:
PENDAHULUAN: (Biasanya mengenai latar belakang proyek/ organisasi, latar belakang evaluasi, ringkasan tim evaluasi, metodologi, proses dan masalah yang terjadi.)
BAGIAN 2:
TEMUAN: (Bagian ini berkaitan dengan bidang temuan yang penting, misalnya efisiensi, efektivitas, dampak, atau tema-tema yang muncul.)
BAGIAN 3:
KESIMPULAN: (Di sini kita menarik kesimpulan dari temuan – interpretasi, apa artinya..)
BAGIAN 4:
REKOMENDASI: (Bagian ini memberikan gagasan khusus untuk suatu perjalanan ke depan berdasarkan kelemahan dan kekuatan.)

LAMPIRAN: (Di sini kita memasukkan Kerangka Acuan, daftar orang yang diwawancara, kuisener yang digunakan, peta daerah, dsb..)

Contoh pelaporan Lesson Study
Bab I. Pendahuluan, mencakup:
- Rasional;
- Dasar Hukum;
- Tujuan dan Manfaat;
- Ruang Lingkup.
Bab II. Strategi Pelaksanaan Monev, mencakup:
- Persiapan;
- Pelaksanaan;
Bab III. Analisis Hasil Monev, mencakup:
- Data hasil monev untuk setiap aspek;
- Analisis hasil monev untuk setiap aspek;
- Problem yang dihadapi dan alternatif solusinya.
Bab IV. Kesimpulan dan Rekomendasi, mencakup:
- Kesimpulan umum hasil monev;
- Rekomendasi untuk perbaikan dan atau peningkatan pelaksanaan Lesson study di masa yang akan datang.





DAFTAR PUSTAKA

Inahaki, Tadahiko, 2006. Institut Penelitian Pendidikan
Ito, Koichi, 2006. Pembaharuan di SD Sambongi, Towada City. (Makalah, Terjemahan). Tokyo, SISTTEMS-JICA
Maori, 2006. Menjaga Kesinambungan Reformasi Yang Berbentuk Tangga Spiral. (Terjemahan). SISTTEMS-JICA-Sekolah SD Hamanogo, Chigasaki, Tokyo
Sato, Manabu, 2006. Tantangan yang Harus Dihadapi Sekolah (Makalah, Terjemahan). SISTTEMS-JICA
Sato, Masaaki, 2006. Perlunya Pembelajaran Kolaborotif (Makalah, Terjemahan). Tokyo, SISTTEMS-JICA
Watanabe, 2006. Mulai Dari Membentuk Ruang Kelas yang Terang Sampai Belajar Meloncat yang Menambah Tinggi Badan. SISTTEMS-JICA, SDN Toyotama Minami, Nerima.
















Lampiran 1.
LEMBAR OBSERVASI
KEGIATAN PEMBELAJARAN DALAM LESSON STUDY
Sekolah/Kelas : _______________________
Hari/Tanggal : _______________________
Mata Pelajaran : _______________________
Observer (Pengamat) : _______________________
Petunjuk:
1. Observasi ditekankan pada kegiatan siswa selama pembelajaran.
2. Catatlah nama atau nomor siswa yang anda amati.
3. Catatlah waktu terjadinya peristiwa yang anda amati.
A. Kapan siswa mulai berkonsentrasi untuk belajar?




B. Kapan siswa berhenti berkonsentrasi (bosan) dalam belajar?




C. Apa yang anda peroleh dari observasi pembelajaran siswa?








Lampiran 2.
Pedoman Bagi Peserta Refleksi

1. Komentar seharusnya berdasarkan hasil observasi
2. Komentar seharusnya lebih ditekankan pada kegiatan siswa dalam pembelajaran
3. Jika komentar berkaitan dengan kinerja guru sebaiknya peserta mengungkapkan segi positif disamping kritik negatifnya
4. Komentar negatif sebaiknya dikemukakan secara halus dan dihindari kesan “menggurui”
5. Perlu digunakan istilah “pembelajaran kita” bukan “pembelajaran guru model” karena pembelajaran itu diancang bersama

Share

Twitter Facebook Stumbleupon Favorites More